Cumen cerita, Menyibak hikmah, ngaji, serba serbi, syukur, keseharian, hiburan, mikir, kearsipan

Rabu, 31 Desember 2014

LAPORAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN ARSIP KE-4 ( Mei s.d. November 2014)

I.               PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang.
Berapa jumlah arsip yang dapat ditata, merupakan pertanyaan untuk mengukur kinerja di bidang kearsipan. Berapa jumlah boks yang bisa disusutkan adalah rangkaian pertanyaan selanjutnya, juga untuk mengukur kinerja kearsipan. Bertambahnya jumlah boks arsip harus diikuti dengan jumlah boks yang harus disusutkan. Hal tersebut merupakan siklus dari penataan arsip yang masih identik dengan fisik arsip.
Pada sudut pandang data, pertanyaan seperti berapa jumlah data yang dapat diinput, dan berapa jumlah file pdf yang dapat dialih mediakan?, pertanyaan tersebut juga dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja arsiparis.

2.    Maksud dan  Tujuan
Laporan pemantauan pengelolaan arsip Ditjen Migas disusun selain untuk memenuhi angka kredit arsiparis, selain itu juga menjadi dokumentasi pelaksanaan kegiatan kearsipan. Dalam membangun dokumentasi yang baik, arsiparis Ditjen Migas mengusahakan untuk membiasakan melaporkan pemantauan pengelolaan arsip pada tiap semester. Dokumentasi mengenai laporan kemudian akan diposting di blog pribadi arsiparis sehingga akan meninggalkan informasi kepada arsiparis yang akan datang pada tahun tahun mendatang.

3.    Waktu Pelaksanaan
Beberapa laporan yang telah disusun yakni laporan pertama dilakukan untuk memotret pelaksanaan pengelolaan arsip mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 semester  pertama. Laporan kedua yakni periode tahun 2013 semester kedua, dan laporan ketiga periode semester pertama tahun 2014. Laporan keempat ini adalah pemantauan untuk periode Mei sampai dengan November 2014/semester kedua

II.            ISI LAPORAN
Sampai bulan November 2014 kegiatan pengelolaan arsip Ditjen Migas terdiri dari kegiatan penataan arsip inaktif berjumlah 1.026 meter linear atau setara dengan 5130 boks.
1.    Penataan pertama dengan yaitu arsip yang diserahkan oleh unit pengolah yang telah dilaporkan sebagaimana laporan ketiga yakni dengan output 175 meter linear atau setara dengan 875 boks.  Arsip tersebut ditata di Gedung Ditjen Migas dan disimpan di Ruang sewa ANRI. Penataan ini juga untuk melakukan manuver berkas sehingga menemukan dokumen atau arsip copy dan dokumen telah habis masa retensinya untuk kemudian dikeluarkan dari ruang sewa ANRI.
Manfaat penataan ini adalah penyusutan kurang lebih 300 boks di ruang simpan sewa anri dan berkurangnya arsip di ruang arsip dan koridor ruang kerja unit kerja di lingkungan Ditjen Migas;
2.    Penataan kedua arsip Hukum Ditjen Migas yang disimpan di pusat arsip KESDM dengan alamat Jl Yaktapena Ciputat Tangerang.(memperbaharui daftar). Jumlah arsip yang diperbaharui daftar dan dimanuver adalah 183 meter linear atau setara dengan 915 boks arsip.
Manfaat penataan arsip Hukum Ditjen Migas adalah perawatan dengan penggantian boks sesuai standar (boks kardus) dan penyusutan yang semula berjumlah 2500 boks arsip;
3.    Penataan arsip ketiga yang dititipkan di gedung Lemigas Jl. Cipulir. Jumlah arsip yang dilakukan penataan adalah 193 meter linear atau setara dengan 965 boks. Pada penataan ini adalah memindahkan dari ruang besmen gedung secretariat badan Litbang ke gedung arsip lemigas lantai dua. Selain itu juga mendata ulang dikarenakan data yang lama tidak diketemukan.
Manfaat penataan ini adalah didapatkan daftar arsip dan pemindahan yang semula di besmen gedung secretariat balitbang ke gedung arsip lemigas lantai 2 sebanyak 965 boks. Arsip tersebut dapat ditingkatkan dengan penataan lanjutan yakni maneuver dan penyusunan usul musnah;
4.    Penataan dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) beserta lampirannya tahun 2012 s.d. tahun 2013 dengan jumlah arsip 225 meter linear atau setara dengan 1125 boks.
5.    Pemeliharaan dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) tahun 2006 s.d. tahun 2011 dengan jumlah arsip 250 meter linear atau setara dengan 1250 boks.

III.           PENUTUP
1.    Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah penataan arsip pada 1.006 meter linear arsip inaktif atau setara dengan 5795 boks. Lokasi simpan arsip inaktif adalah sebagaimana table di bawah ini
No
Ruang simpan
Jumlah arsip
1
Gedung Plaza Centris
400
2
Gedung O ANRI Jaksel
3400
3
Gedung Pusat Arsip KESDM Ciputat
1030
4
Gedung Arsip Lemigas
965

2.    Saran
Pemantauan pengelolaan arsip seyogyanya rutin dilaksanakan minimal 2 kali dalam satu tahun. Selain menjadi dokumentasi pelaksanaan kegiatan kearsipan, pemantauan ini juga menjadi gambaran keadaan riil perkembangan kearsipan.

Jakarta, 30 Oktober 2014
Pelapor,



Nurul Muhamad

Senin, 29 Desember 2014

Perjalanan Sejarah Kebijakan Migas

Sejak tahun 1962 dalam rangka mengimplementasi amanah konstitusi yang berbunyi penguasaan cabang produksi yg penting bagi hajat hidup orang banyak, Pemerintah melakukan usaha penguasaan kilang dan distribusi (yang sebelumnya dikuasai oleh SHELL dan STANVAC), melakukan usaha penyediaan BBM untuk dalam negeri, penyediaan minyak mentah untuk diolah yang disebut dengan sistem prorata (proporsional ) atau sekarang disebut dengan Domestic Market Obligation

Hal tersebut di atas merupakan secuil isi dari buku yang berjudul Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, sejarah pertambangan dan energi indonesia. Buku yang diterbitkan pada tahun 2009 dengan ketua tim penyusun Djoko Darmono didampingi konsultan kesejarahan R.Z Leirissa dan Saleh As'ad Djamhari.  Bab 10 membahas tentang minyak dan gas bumi sebagai penggerak roda pembangunan.  

Dalam buku tersebut dituliskan bahwa produksi migas meroket sampai dengan 615,1 juta barel atau 1.685,3 ribu bph pada tahun 1977. Usaha perminyakan dilaksanakan oleh PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN PERTAMINA) sejak tahun 1970. Satu tahun setelahnya disyahkan Undang - Undang nomor 8 tahun 1971 untuk memperkuat status PN PERTAMINA . Ketika status kewenangan dilindungi Undang - Undang justru malah menjadikan PN PERTAMINA melakukan kegiatan yg melampaui tugas pokoknya.  

Hal tersebut ditandai adanya pembeayaan kegiatan penunjang perminyakan sehingga pada tahun 1975 pemerintah perlu menerbitkan Instruksi Presiden agar perusahaan kontraktor minyak dan gas menyetor langsung ke Bank Indonesia tanpa melalui PN PERTAMINA.  Selain itu juga Presiden memerintahkan agar organisasi PN PERTAMINA dapat dirampingkan dan kemudian pucuk pimpinan PN pertamina pun diganti oleh Presiden RI dari Ibnu Sutowo ke Piet Haryono (eks Dirjen Anggaran DEPKEU).

Setelah pengakuan kedaulatan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1949, kontraktor minyak asing yakni SHELL dan STANVAC menguasai fasilitas kilang dan jaringan distribusi. Penguasaan oleh kontraktor minyak asing tersebut tidak serta merta mendukung penyediaan BBM untuk dalam negeri termasuk usaha pemurnian dan pengolahan yang menjadi kebijakan pemerintah RI. Terlebih lagi pada tahun 1958 sebagai tahun mulainya semangat melaksanakan amanah konstitusi yang menghendaki agar cabang - cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan diselenggarakan oleh negara.  

Amanah konstitusi tersebut bertentangan dengan kepentingan kontraktor minyak asing . Krn kebebasan dalam menjalankan politik pemasarannya tidak sesuai. Oleh karena itu, pada tahun 1962 - 1966,  pemerintah Indonesia melakukan akuisisi seluruh kekayaan kontraktor asing SHELL dan STANVAC melalui PN PERTAMINA termasuk kilang dan fasilitas pemasaran.

Kilang sebagai aset vital bangsa indonesia antara lain kilang plaju, kilang wonokromo,  kilang pangkalan brandan sumatera utara, kilang cepu Jawa Tengah, kilang sungai gerong musi,  kilang sungai pakning Riau,  kilang putri tujuh dumai Riau, kilang cilacap Jawa Tengah, kilang balikpapan, kilang balongan Cirebon Jawa Barat, dan kilang mini kasim Papua Barat .
  
Keberadaan kilang kilang tersebut berpengaruh dengan kebijakan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.  Sejak tahun 1971, impor BBM telah dilakukan karena peningkatan kegiatan ekonomi dan kemampuan kilang tidak mengalami penambahan kapasitas. 

Kebijakan sistem prorata mengharuskan bagi kontraktor asing mengolah sendiri bagian minyak mentah dari produksinya sesuai dengan perbandingan tertentu. Kebijakan prorata diberlakukan sejak 1962. Jika kontraktor minyak asing tidak dapat mengolah, maka wajib untuk membeli dari PN PERTAMINA.

Dari kebijakan inilah kemudian yang salah satu akan melahirkan kebijakan subsidi BBM dimana subsidi pemerintah dipergunakan untuk menutup beaya penyediaan BBM untuk dalam negeri yang lebih besar daripada penjualan. Kontrak karya migas dengan bentuk Kontrak Bagi Hasil,  kontraktor minyak wajib memenuhi sebagian kebutuhan bahan bakar dalam negeri untuk keperluan Domestik Market Obligation sebesar maksimum 25 persen dari bagiannya dengan harga 0.2 dolar amerika per barel. 

Pada perkembangannya, kebijakan Migas yang terkait dengan amanah konstitusi serta terkait dengan penerimaan negara serta permasalahan pajak. Beberapa kebijakan migas antara lain sistem prorata 1962, kebijakan new deal 1974 dan kebijakan new term 1976, serta paket - paket insentif.

Tahun 1974 atas dasar kenaikan harga minyak mentah pemerintah merevisi kebijakan prorata. Revisi tersebut dilaksanakan dengan negosiasi dengan kontraktor minyak yang menghasilkan formula New Deal

Kemudian atas dasar mempertimbangkan penerimaan negara dari sektor migas, pada tahun 1976 kembali merevisi formula New Deal. Hasilnya kontraktor minyak menerima formula new term

Reaksi kontraktor minyak asing alih alih memperlambat kegiatan eksplorasi. Untuk itu pemerintah menetapkan kebijakan dengan memberikan insentif eksplorasi yaitu pembayaran fee atas penyerahan DMO untuk produksi lima tahun pertama pada ladang baru dengan harga ekspor. 

Selain itu untuk untuk meningkatkan produksi minyak, pemerintah mengeluarkan kebijakan paket insentif lain seperti penundaan pengembalian biaya, paket insentif pertama (1988), paket insentif kedua (1989), paket insentif ketiga ( 1992), dan paket insentif tahun 1994.

Selasa, 23 Desember 2014

Arsip Film

Perspektif film sangat beragam. Film sebagai informasi dapat juga sebagai karya kreatif  dan film sebagai arsip. Film sebagai arsip mempunyai keunikan yakni walau tidak mengerti bahasa, namun masih bisa mendapatkan informasi nya.
 
Banyak film yang kita tonton,di televisi atau bioskop tidak semua menjadi arsip Negara. Hanya film yang dibuat dengan mempergunakan anggaran Negara yang dikategorikan sebagai arsip Negara.

Pengolahan arsip film antara lain identifikasi arsip, penyusunan rencana teknis, penelusuran sumber data dan referensi, rekonstruksi arsip, deskrepsi arsip, manuver, penyusunan skema definitif, manuver fisik arsip, pemberian label, penyusunan inventaris, penilaian dan uji petik.

  Perbedaan mengolah arsip film dengan arsip kertas adalah dengan menonton berkali kali untuk melengkapi elemen deskrepsi arsip film. Elemen deskrepsi adalah nomot arsip, judul, durasi, tahun produksi,narator,  juru kamera, produser, format, sinopsis, nama tokoh, nama tempat, uraian informasi. Deskrepsi arsip film lebih detil disbanding arsip kertas.

Hal hal diatas merupakan beberapa isi Diskusi arsip Film “ Informasi yang terlihat, informasi yang terdengar. Acara diskusi tersebut diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 19 Desember 2014, bertempat di auditorium gedung C lantai 2 Arsip Nasional Jl. Ampera Raya No.7 Cilandak Jakarta Selatan.  Acara yang merupakan hasil kerjasama ANRI dengan Ikatan Arsiparis ANRI menghadirkan peserta para arsiparis baik dari ANRI maupun kementerian/instansi pusat.

Sebelum acara diskusi, para arsiparis disuguhi pemutaran film dengan tema yang berbeda. Film pertama merupakan documenter pembuatan siaran berita yang kemudian menjadi cikal bakal siaran berita TVRI ‘dunia dalam berita’. Film kedua yakni liputan pidato Soekarno ‘kembali menginjak bumi Jakarta setelah 4 tahun berpisah’. Soekarno-Hatta kembali dari Jogjakarta.


Pada sela pemutaran film, pengumuman dari panitia memberikan peringatan untuk tidak memfoto atau merekam film. Para peserta dipersilahkan untuk ke unit layanan, jika memerlukan copy atau fotonya.

Senin, 22 Desember 2014

Pencarian Arsip

Bagi pengelola kearsipan, rasa puas jika dapat mencarikan arsip . Terlebih lagi jika arsip tersebut sangat ditunggu sebagai dasar melanjutkan pekerjaan atau sebagai dasar untuk acuan keputusan organisasi. Arsip tidak akan dicari jika tidak dibutuhkan. Banyak hal yang menjadikan arsip dicari, antara lain adalah ketika arsip memiliki status dinamis aktif. Isi informasi arsip terkait dengan kegiatan nasional atau proyek nasional. Keputusan top management mengenai status aset, notulen rapat sebagai dasar penentuan kebijakan, terkait dengan kegiatan audit eksternal serta proses hukum oleh aparat penegak hukum.

Sampai saat ini belum diketemukan pada diskusi para pengelola kearsipan, tolok ukur yang pasti sebagai jaminan arsip akan dicari pada kemudian hari. misalnya saja siapa sangka setelah 7 tahun yang lalu,  daftar hadir rapat akan dicari. begitu juga notulen rapat. 

Para sekretaris sebagai petugas penyimpan arsip level satu (petugas yang dekat dengan pemangku jabatan), berfokus pada naskah dinas yang ditandatangani pejabat bersangkutan. Kondisi dengan tugas sekretariat yang memiliki banyak surat, notulen rapat yang sebetulnya menjadi lampiran dari naskah dinas menjadi lupa untuk diarsipkan. pada gilirannya penyimpanan level selanjutnya (petugas kearsipan), arsip notulen rapat yang menjadi lampiran surat dinas menjadi tidak dapat diketemukan.

Kearsipan memang bukan sekedar sebagai satuan kerja penerima donor, keberadaan bukan sekedar tergantung pada unit pendonor atau level penyimpanan arsip yang masih dekat dengan pejabat pelaksana kegiatan. Kemudian para arsiparis menyebut beberapa metode untuk melihat tolok ukur jaminan arsip akan diketemukan dikemudian hari. 

Salah satu tolok ukur tersebut adalah analisa organisasi. Kegiatan analisa dilakukan melalui organisasi kearsipan terbagi menjadi unit pencipta (UP) dan unit kearsipan (UK). Unit pencipta merupakan lini organisasi yang tercermin pada struktur organisasi. Pada organisasi negara perpektifnya lebih luas baik yang bersifat adhoc maupun organisasi tetap bahkan sampai dengan badan/komisi sebagai pelaksana amanah Undang Undang RI.

Namun demikian, lagi lagi permasalahannya adalah pada titik koneksi dengan Unit kearsipan. Ketika unit kearsipan tidak terkoneksi dari sisi kepercayaan untuk menyimpan arsip, Keberhasilan pencarian arsip menjadi sangat rendah. Dalam bahasa lebih sederhana adalah apakah kemudian unit pencipta menyerahkan arsipnya secara berkesinambungan.