Rabu, 26 September 2012

SEJARAH PERTAMBANGAN DAN ENERGI


PERIODE PENJAJAHAN HINDIA BELANDA
Pada tahun 1885 untuk pertama kali berhasil diprodukaiskan minyak bumi secara komersial di sumur Telaga Tunggal-1, Sumatera utara. Daerah konsensi ini kemudian secara resmi dinamakan Telaga Said.
Pada tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun gedung Geologisch Laboratorium yang terletak di jalan Wilhelmina Boulevard untuk kantor Dienst van den Mijnbouw, Gedung ini sekarang bernama Museum Geologi, yang beralamat di jalan Diponegoro.
Selama Perang Dunia ke II, tempat tersebut kerap dipergunakan sebagai tempat pendidikan Assistant Geologent Cursus (Kursus Asisten Geologi), dengan  peserta hanya beberapa orang saja diantaranya, Raden Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut.
PERIODE PENJAJAHAN JEPANG
Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Mijnbouw dengan segala sarana dan dokumennya diambil alih oleh Jepang dan namanya diganti menjadi Chisitsu Chosasho. Pihak Jepang melanjutkan pemboran dari Desember 1943-Desember 1944 sehingga menemukan endapan minyak di lokasi sumur Minas-1.
PERIODE KEMERDEKAAN RI 1945
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 mengantarkan perubahan yang sangat besar di segala bidang, termasuk bidang pertambangan. Setelah disiarkan melalui radio. Berita tentang proklamasi dapat diterima secara luas oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Pegawai pribumi di kantor Chisitsu Chosasho yang sebagian besar masih muda, menerima berita itu dan mereka langsung mempersiapkan diri untuk mengambil langkah yang diperlukan.
Pada tanggal 25 September 1945 keluarlah pengumuman dan Pemerintah Pusat yang menyatakan bahwa semua pegawai negeri adalah pegawai Republik Indonesia dan wajib menjalankan perintah dari Pemerintah Republik Indoinesia. Dengan mengacu kepadA PERINTAH Pemerintah Pudsat itu, komite Nasional Indonesia Kota Bandung yang baru terbentuk, pada tanggal 27 September 1945 malam mengumumkan lewat radio agar keesokan harinya semua kantor dan perusahaan yang ada di Bandung diambil alih dari kekuasaan Jepang.
Pada hari Jum’at pukul 11.00 tanggal 28 September 1945, sekelompok pegawai muda di kantor Chisitsu Chosasho pun bertindak, mereka dipelopori oleh Raden Ali Tirtosoewirjo, A.F. Lasut, R. Soenoe Soemosoesastro dan Sjamsoe M. Bahroem yang mengambil alih dengan paksa kantor Chisitsu Chosasho dari pihak Jepang dan sejak saat itu nama kantor diubah menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi.
Selanjutnya setelah terjadi beberapa kali pergantian pimpinan, A.F. Lasut sebagai Kepala Poesat Djawatan, pada tanggal 20 oktober 1945 mengeluarkan pengumuman yang pertama bahwa semua perusahaan pertambangan ditempatkan di bawah pengawasan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, bernaung di Kementerian Kemakmuran.
PERIODE SAMPAI DENGAN 1949
Selama perang kemerdekaan Desember 1945-Desember 1949, kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi dalam pengungsian dan berpindah-pindah. Untuk mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, A.F. Lasut bersama dengan R. Soenoe Soesastro membuka Sekolah Pertambangan-Geologi Tinggi (SPGT), Sekolah Pertambangan-Geologi Menengah (SPGM), dan Sekolah Pertambangan-Geologi Pertama (SPGP).
PERIODE MENUJU UNDANG UNDANG PERMINYAKAN NASIONAL
Meskipun Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan, masih banyak perusahaan minyak asing yang operasinya di bumi Indonesia  sehingga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan ayat 3.
  Chairul Saleh sebagai Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan (PERDATAM) mengusulkan RUU Pertambangan Nasional yang akhirnya melahirkan UU No. 44 PrP tahun 1960 sebagai UU Pertambangan Migas di Indonesia menggantikan IMW, kemudian disusul dengan lahirnya tiga perusahaan : P.N. PERTAMIN (PP No. 3/1961), P.N. PERMINA (PP No. 198/1961), P.N. PERMIGAN (PP No. 199/1961)
  Pada tanggal 15 September 1971, DPR mensahkan Undang-Undang No. 8 tahun 1971 yang menetapkan PERTAMINA sebagai satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi.
(Sumber: Ditjen Migas)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar