Rabu, 03 Juni 2015

Kearsipan dan Arsiparis dapat berperan pada administrasi pemerintahan

PENDAHULUAN
Profesi petugas kearsipan hampir diidentikan dengan “petugas gudang”, demikian satu cuplikan kalimat yang ada di dalam berita Arsip Nasional RI tahun 1992 yang dituliskan oleh Sauki Hadi Wardoyo. Layaknya petugas gudang, petugas kearsipan memasukan kertas - kertas bekas dan disusun serta diurutkan yang kemudian diletakkan di rak atau rol opeck.

Sudut pandang yang menarik pada tulisan yang diberi judul “profesi kearsipan dan tertib administrasi” yang ditulis oleh almarhum Sauki Hadi Wardoyo, bahwa keadaan kearsipan merupakan konsekuensi logis dari sejarah kenegaraan Indonesia. Saya menyelami dengan pertanyaan “apakah kearsipan adalah cerminan kenegaraan Indonesia, sejalan dengan kalimat bahwa kejadian yang terjadi dalam kurun waktu tertentu menjadi catatan dan keadaan yang mengandung nilai historis/sejarah.

Jika endapan informasi sebagai rekaman kegiatan pemerintahan yang pernah menjajah Indonesia diartikan bukan sebagai warisan budaya, maka bagaimana dengan pemerintahan yang sekarang. Jika revolusi politik dan sosial ketika itu menjadi alasan untuk tidak menjadikan sebagai warisan budaya, bagaimana dengan perpindahan kantor dan atau renovasi dengan dalih untuk pelaksanaan program atau arahan pemegang kekuasaan. Menurut saya, perpindahan kantor menjadi ancaman keberadaan arsip. Atau bahkan penguasa secara sadar tidak memperhatikan gedung kantor pada pelaksanaan kegiatan kegiatan strategis sampai pada perhatian gedung gedung pusat penyimpanan arsip di kementerian?

Jika terdapat gedung untuk pelaksanaan kegiatan strategis atau adanya gedung pusat penyimpanan arsip, bagaimana dengan alokasi ruangan, apakah sudah memadai untuk penyimpanan arsip?

Selain gedung sebagai salah satu indicator penyelamatan arsip, terjadi juga pembiaran perencanaan yang tidak melihat endapan infrmasi. Fakta empiris yang terjadi adalah ketika perencanaan kegiatan kementerian diambil dari usulan usulan yang disusun oleh direktorat jenderal atau kedeputian. Apakah proses perencanaan melihat rekaman kegiatan yang telah direncanakan. Contohnya saja, masih seringnya penulis melihat pengulangan kegiatan pada anggaran kerja kementerian lembaga satuan tiga yang sebetulnya pada catatan kegiatan 10 tahun  yang lalu telah dilaksanakan.

Pada tahun 1992, terbaca fenomena pembentukan suatu profesi arsiparis untuk melakukan pengumpulan endapan informasi dari kegiatan pemerintahan. Perlu dan tidak perlu nya seorang arsiparis untuk menyajikan informasi untuk kepentingan kegiatan pemerintahan, yang terlihat memang diperlukan adanya petugas untuk mengangkut dokumen yang harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Sudah 23 tahun lamanya, peran petugas untuk memindahkan arsip masih menjadi hal yang dominan dalam peran seorang arsiparis. Hasil prestasi kerja kearsipan belum dilirik oleh penguasa atau pejabat dalam melaksanakan kegiatan adiministrasi pemerintahan. Dengan kesan belum dipergunakannya hasil kerja arsiparis, maka pada tahun 2015 ini tantangan peran arsiparis untuk dapat menyajikan bentuk penuangan informasi yang mudah untuk dikonsumsi. Baik konsumi pejabat atau penguasa sampai kepada konsumsi publik.

Disinilah kemudian adanya agenda setting bidang kearsipan dapat berperan untuk menyajikan endapan informasi menjadi salah satu sumber pengambilan perencanaan kegiatan administrasi di pemerintahan. Namun demikian ada juga langkah yang urgen dilaksanakan adalah mencoba memenuhi ketidaksiapan terhadap keterbukaan informasi public yang sejak tahun 2008 telah digaungkan.

Pengakuan formal terhadap profesi arsiparis telah berjalan selama 35 tahun yakni sejak bulan Mei tahun 1990. Secara formal, prestasi kerja arsiparis dituangkan dalam rincian angka kredit dengan kegiatan kearsipan. Bapak sauki hadi wardoyo melalui tulisan pernah menyoal mengenai pengingkaran kenyataan perbedaan lahan kearsipan antara lembaga kearsipan dengan instansi non lembaga kearsipan. Perbedaan inilah yang kemudian membatasi arsiparis menuju kearah profesionalitas.

Jika organisasi tingkat dunia yakni UNESCO pada tahun 1990 telah menyebut aspek dasar yang harus dimiliki arsiparis yang antara lain adalah motivasi rasa cinta dan kesungguhan yang besar dalam menghadapi arsip baik aspek fisik, sejarah, seni, dan nilai dokumentasinya. Selain motivasi , aspek dasar kearsipan adalah pemahaman bahwa arsiparis bermain dengan intepretasi materi informasi dan persoalan bahan kearsipan.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk tidak kembali mengingkari kenyataan perbedaan lahan kearsipan adalah mengimplementasikan ke dalam pedoman kerja bidang kearsipan dan kedalam rincian kerja arsiparis. Pedoman kearsipan yang dipergunakan sebagai acuan kerja arsiparis haruslah mengeliminir kesalahan interpretasi sehingga menurut sauki dapat menyebabkan penyesatan dan menimbulkan kegagalan menemukan informasi yang bersumber dari arsip. Rincian bukti kerja arsiparis pada sudut pandang non lembaga kearsipan membantu ariparis yang ditempatkan di kementerian dan lembaga.

Dua aspek yang menjadi dimensi pekerjaan arsiparis adalah keberhasilan pengaturan aspek fisik arsip atau keberhasilan aspek pengaturan informasi. Keberhasilan aspek pengaturan informasi memiliki indikator keterukuran untuk menjamin tercapainya tepat guna, tepat sasaran dan tepat waktu dalam pencarian maupun penyajian arsip. Dimensi pengaturan fisik terkait erat dengan kepentingan unit pencipta arsip. Bahwa kemudian unit kerja pencipta arsip memiliki kepentingan untuk mengatasi persoalan keterbatasan gedung untuk penyimpanan arsip, maka perlu juga diperhatikan kegiatan arsiparis dalam melaksanakan hal tersebut.

Atau kemudian unit pencipta arsip terdapat entitas nilai dokumentasi atau nilai sejarah sebagai konsekuensi cerminan berbagai suksesi pemegang penguasa, maka harus dipotret . Potret tersebut menjadi bagian ramuan pedoman kerja kearsipan dan rincian bukti kerja arsiparis. Poinnya jangan sampai terjadi pengingkaran kenyataan perbedaan lahan kearsipan.

RUMUSAN MASALAH
Dengan pendahuluan tersebut di atas penulis merumuskan masalah yang akan dibahas yakni “bagaimanakah cara kearsipan dan arsiparis dapat berperan”.

PEMBAHASAN
1.    Rincian kerja arsiparis yang dapat mengakomodir kekhasan pelaksanaan tugas substantif pada instansi pemerintah. Rincian bukti kerja arsiparis bukan semata sudut pandang lembaga kearsipan (ANRI, Arsip Daerah, dan arsip perguruan tinggi)

Sampai dengan tulisan ini disusun, uraian kegiatan pada setiap jenjang arsiparis akan diatur lebih lanjut dengan peraturan instansi Pembina arsiparis. Yang diberlakukan masih aturan 2009 atau belum disepakatinya aturan pelaksanaan untuk tahun 2014.

1.1.        Rincian bukti kerja arsiparis yang memotret pelaksanaan fungsi substantif
Rincian bukti kerja yang terdapat di peraturan Menteri PAN dan RB tahun 2014, sudah mulai tidak hanya dari sudut pandang lembaga kearsipan saja, namun mulai mengakomodir untuk peran peran arsiparis yang ditempatkan di unit kerja di kementerian dan lembaga.

Salah satu kemampuan arsiparis pada kementerian atau non lembaga kearsipan adalah menjaga keseimbangan antara arsip yang masuk dengan arsip yang seharusnya disusutkan. Dalam hal ini seorang arsiparis layaknya seorang manajer yang hendaknya mempunyai kemampuan untuk meningkatkan keuntungan instansi tempat bekerja.

Berikut ilustrasi untuk menunjukan arsiparis sebagai manajer arsip. Pada suatu Direktorat Jenderal di salah satu kementerian yag berkedudukan di Jakarta selatan memiliki gedung sebagai tempat penyelengaraan kegiatan pemerintahan terpisah dengan gedung sekretariat jenderal. Dengan luas ruangan kurang lebih 6000 meter persegi dengan jumlah pegawai sebanyak 600 orang dengan 30 unit pencipta (tingkat eselon III sebanyak 24 unit dan secretariat pimpinan sebanyak 6 unit). Kesan yang didapat terhadap rasio ruangan kantor sangat terbatas. Alokasi ruang arsip pada unit pencipta adalah pada gedung tersebut adalah 4 Meter persegi X 30 unit sama dengan 120 meter persegi dan ruang arsip untuk unit kearsipan di ditjen tersebut adalah 120 meter. Jika dikonversi ke dalam boks standar ukuran 20 CM, maka gedung tersebut hanya dapat menampung 2400 boks arsip. Koleksi arsip yang telah dihasilkan oleh arsiparis adalah 5400 boks. Manajer arsip dituntut untuk dapat membuat keseimbangan keberadaa arsip. Manajer arsip di ditjen tersebut harus membuat perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengontrolan terhadap pengelolaan arsip.

1.2.        Arsiparis yang difungsikan selain kegiatan kearsipan
Arsiparis yang ditempatkan di unit pencipta harus diberikan acuan kerja yang sesuai dengan tempat dimana menjadi naungan bekerja. Fakta di lapangan, masih seringnya arsiparis dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas tugas organisasi yang tidak terakui di rincian bukti kerja arsiparis. Pemanfaatan arsiparis di unit kerja tersebut selain dari kompetensi yang lebih, juga keterbatasan pegawai. Dengan kejadian semacam itu, arsiparis tidak dapat focus kepada kegiatan kearsipan.

Contohnya arsiparis yang difungsikan sebagai sekretaris, arsiparis yang difungsikan sebagai pengurus paspor dan visa, pengelola keuangan, pengelola pengadaan barang dan jasa, petugas keprotokolan, pengelola kepegawaian, pengurus Barang inventaris. Selain itu juga arsiparis yang mendapatkan disposisi dari pimpinan untuk malaksanakan tindak lanjut surat yang menyita waktu.

Dengan sudut pandang format SKP atau Sasaran Kinerja Pegawai, prosentase tugas tambahan mengantikan tugas utama sebagai seorang arsiparis. Untuk itulah diperlukan rincian bukti kerja arsiparis yang mengakomodir tugas tugas tambahan yang notabene berbeda unsur dengan kegiatan kearsipan.

1.3.        Penempatan arsiparis di unit organisasi
Selama ini tidak adanya model penempatan arsiparis yang terevaluasi secara komprehensif. Sejauh penulis ketahui bahwa, instansi pembina arsiparis menyerahkan sepenuhnya kepada kementeraian dan lembaga dalam hal penempatan arsiparis sesuai dengan kebutuhan.

Contohnya tahun 1998 sesuai dengan keputusan Menteri Pertambangan dan energi, unit organisasi yang mewadahi arsiparis di lingkungan departemen Pertambangan dan energi adalah satuan kerja Bagian tata Usaha departemen untuk sekretariat jenderal, Bagian Umum untuk itjen dan ditjen, dan bagian tata usaha untuk direktorat dan pusat.

Penempatan arsiparis kemudian berkembang dengan dasar adanya dengan analisa beban kerja untuk jangka panjang dengan pelaksanaan setiap tahunnya. Contohnya pada biro keuangan dan biro kepegawaian di sekretariat jenderal. Unit tersebut membutuhkan arsiparis sebagai pelaksana untuk mendukung kegiatan kepegawaian dan keuagan pada koridor kegiatan kearsipan. Maka pada tahun 2015, telah ditetapkan formasi arsiparis yang di biro biro termaksud.

Selain itu juga model penempatan dengan status diperbantukan di luar satuan unit kerjanya. Model ini harusnya juga diberikan NSPK sehingga dipedomani dalam rangka mengoptimalisasi keberadaan arsiparis.

1.4.        Pembinaan administrasi kepegawaian dengan mutasi antar jabatan struktural/fungsional
Fakta tahun 2015 tentang pemberhentian sementara pengadaan pegawai menjadi tantangan untuk bidang kearsipan. Formasi untuk aarsiparis menjadikan belum dapat dipenuhi. Yang kemudian dapat menyebabkan krisis arsiparis. Krisis arsiparis salah satunya adalah kekurangan jumlah pegawai yang menangani bidang kearsipan.
Contohnya di Kementerian ESDM, sesuai dengan peta jabatan tahun 2015, rasio keberadaan arsiparis hanya mencapai 23% dari kebutuhan. Sesuai data di brio biro kepegawaian KESDM, terdapat15 orang yang belum diangkat, itu artinya kenaikan rasio naik menjadi 32%. Belumlah mencapai rasio yang bagus, harus diancam dengan para arsiparis yang akan memasuki masa pension. Selain pension terdapat pengentian sementara penerimaan CPNS.
Untuk itu perlu solusi terkait dengan kebijakan penghentian sementara pengadaan CPNS tahun 2015 s.d 2019. Salah satu terobosan dengan dilaksanakan proses jajak minat pengadaan arsiparis dari jalur pegawai.

2.    Pedoman kearsipan yang dipotret benefit atau keuntungan pencipta arsip (kementerian dan lembaga) bukan saja protret lembaga kearsipan atau hanya potret pusat arsip kementerian.

Pedoman kearsipan harus memuat ketentuan tata kearsipan yang tidak memberatkan unit pencipta. Ketentuan tata kearsipan yang tidak memuat alur yang rumit atau banyak proses yang harus dilewati.

Konsepsi pusat arsip Kementerian (records center) dan konsepsi central file (tempat penyimpanan yang masih terdapat di direktorat Jenderal) mulai tumbuh di lingkungan instansi pusat. Sejauh pengamatan penulis, terdapat pusat arsip kementerian antara lain, ESDM, Perhubungan, Pertanian, Pekerjaan Umum, dan lain sebagainya.

Pada direktorat jenderal, pelaksana tata usaha berperan sebagai unit kearsipan yang menerapkan central file. Menurut Budi Martono pada makalah yang berjudul central file, pusat arsip dan unit kearsipan serta hubungan dengan jabatan fungsional arsiparis menyebutkan bahwa arsip yang berada pada central file di direktorat jenderal , jika telah mencapai masa inaktif akan dipindahkan dan disimpan secara terpusat pada pusat arsip departemen.

Masih adanya pemahaman bahwa pusat arsip departemen hanya diperuntukkan untuk arsip permanen, akan mempersulit dan memperberat unit pencipta arsip. Menurut Budi martono dalam makalah tersebut yang dimuat dalam berita arsip Nasional RI bulan Juli tahun 1992, tugas pusat arsip kementerian adalah untuk menyimpan, memelihara arsip inaktif yang berasal dari direktorat jenderal. Selain itu juga bertugas untuk memusnahkaan dan menyerahkaan arsip statis ke ANRI.

Hambatan pelaksanaan transfer arsip dari unit kerja eselon III ke central file salah satunya adanya ketentuan untuk mendaftar secara detil. Karena keterbatasan tenaga administrasi, maka hal tersebut sulit untuk dilaksanakan, dikarenakan juga tidak terbiasa. Arsip aktif yang telah selesai proses administrasi, tidak langsung diserahkan ke central file sehingga menumpuk dari tahun ke tahun.

3.    Keberhasilan aspek pengaturan informasi dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Pendekatan pemanfaatan teknologi informasi komputer, saat ini adalah hal mutlak yang harus disediakan untuk arsiparis. Jika arsiparis dibekali dengan perangkat lunak yang siap pakai seperti adanya infrasturktur SIKD , JIKN, dan SIKN, maka akan lebih membantu peran arsiparis.

Database mentabulasi daftar arsip yang dihasilkan oleh arsiparis. Sistem informasi untuk mendukung kecepatan akses. Ratusan ribu datum arsip dapat dipanggil secara cepat dengan metadata arsip yang telah ditentukan.

4.    Antara aspek fisik, sejarah, seni dan nilai dokumentasi dengan penyeragaman pengaturan informasi terkait pada interpretasi informasi.
Kekhasan sejalan dengan pelaksanaan tugas substatif instansi pemerintah hendaknya diperhatikan pada bidang kearsipan.

Kesimpulan
1.    Kearsipan dapat berperan dengan memberikan hasil kerjanya sebagai referensi organisasi dalam mengambil keputusan
2.    Arsiparis dapat berperan dengan memberikan hasil kerjanya untuk mendukung tujuan organisasi
3.    Diperlukan rincian bukti kerja arsiparis dapat memberikan arahan peran di suatu unit kerja.
4.    Pedoman kearsipan mudah diterapkan oleh arsiparis.

Rekomendasi
1.    Cantumkan butir kerja arsiparis yang ditugaskan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi di non lembaga kearsipan
2.    Berikan amanah ke Pembina arsiparis pada non lembaga kearsipan untuk memperinci butir kegiatan yang kedalam petunjuk teknis masing masing instansi
3.    Berikan perbedaan pembobotan antara poin 1 dan 2
4.    pembuatan klasifikasi arsip sebagai dasar pengaturan informasi arsip yang mencerminkan kekhasan masing masing instansi
5.    Terapkan prinsip aturan asli dan prinsip asal usul pada pedoman kerja kearsipan.

6.    Adanya  pedoman kearsipan mempermudah tugas tugas arsiparis.