Senin, 05 Januari 2015

Sumber Energi dan Sumber Politik Nasional dan Internasional

Tulisan berikut adalah secuil isi dari buku yang diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Khusus PERTAMINA yang berjudul Pertamina dari puing puing ke masa depan, refleksi dan visi, 1957 s.d 1997. Buku tersebut diterbitkan Tahun 1997 dengan editor Taufik Ismail, Rais  dan Hamid Jabbar

Masa Penguasaan Hidia Belanda – Jepang – Belanda

Telaga Tunggal I dinyatakan sebagai sumur minyak pertama di Hindia Belanda pada tahun 1885. Sumur ini terletak di Sumatera Utara. Tertulis bahwa UU pertambangan Hidia Belanda di tahun 1899 bernafaskan monopoli bertujuan mendorong perkembangan pengusahaan pertambangan dan untuk menjamin penerimaan negara Belanda. Dengan tujuan tersebut dinamika pengusahaan pertambangan minyak bumi berkembang dan diikuti dengan perubahan UU pada tahun 1918.

Kepentingan negara penguasa daerah pertambangan minyak dan kepentingan negara dimana asal perusahaan minyak bumi pun mulai kentara perbedaannya.  Sisi negara penguasa sumber daya minyak akan melindungi kepentingan penerimaan negara, sedangkan negara dimana asal perusahaanpun ikut berkepentingan di dalam pengusahaan minyak bumi.

Hal demikian menunjukkkan bahwa selain sebagai salah satu sumber energi,  tambang minyak bumi terkait erat dg percaturan politik antar negara. Tercatat dalam sejarah, kedatangan Jepang ke Indonesia terkait impor minyak dari Hindia Belanda yg semakin tinggi. Sebut saja untuk kebutuhan bahan bakar perang Jepang. Jepang membawa ahli - ahli teknik konstruksi perminyakan ke Indonesia. Selain itu, Jepang memanggil pegawai perminyakan Indonesia untuk melaksanakan kegiatan perminyakan di Indonesia.  Sumur baru yang didapatkan Jepang adalah misalnya sumur minas 1 di Riau.

Tenaga perminyakan Jepang yg ditenggelamkan oleh sekutu bisa jadi salah satu penyebab rontoknya kekuatan Jepang. Termasuk suplai BBM dengan iring - iringan tangki minyak dari Indonesia menuju Jepang pada tahun 1945 yang tidak sampai tujuan.

Kekuasaan Jepang yg dirontokan oleh Sekutu,  meninggalkan tambang minyak bumi untuk juga dikuasai kembali oleh Belanda yang menjadi anggota dari sekutu. Namun demikian, terdapat catatan bahwa residen Abdul Karim dan Laut Siregar mewakili Gubernur Sumatera Republik Indonesia menerima serah terima tambang minyak pangkalan Brandan.  Kemudian laskar minyak yang terbentuk dari para pegawai minyak membentuk perusahaan tambang minyak republik indonesia dengan persetujuan Gubernur Sumatera.

Bulan Agustus 1947 pangakalan Brandan dibumihanguskan oleh para pejuang karena Belanda kembali datang dg ancaman ‘menguasai kembali minyak indonesia’. Strategi pejuang kemerdekaan dengan bumi hangus juga terjadi di Plaju Sumatera Selatan pada tahun 1946. Kilang cepu pun tak luput dari strategi bumi hangus oleh pejuang kemerdekaan. Cepu timur dikuasai BPM Belanda dan cepu barat dikuasai oleh PTMN Indonesia.

Sesuai dengan kesepakatan perundingan meja bundar,  tambang minyak di Sumatera Selatan dikembalikan ke perusahaan Belanda yakni BPM dan stanvac.  Di Jambi dikuasai kembali oleh Belanda dg perusahaan NIAM. Kekuasaan kepada BPM Belanda sebagai pemilik semula kilang minyak Cepu. Tak terlepas juga kilang wonokromo surabaya juga jatuh ke dalam kekuasaan bpm pada nopember 1945.

Masa mempertahankan kemerdekaan s.d lahirnya PN PERTAMINA

Keadaan negara Indonesia yang masih berperang mempertahankan kemerdekaan,  yg walaupun telah ada undang undang dasar 1945, namun UU pertambangan masih berlaku UU pertambangan masih diberlakukan perundangan yang telah ada. Tahun 1945 s.d. diterbitkan Peraturan Pemerintah tahun 1956 tambang minyak di indonesia masih dikelola langsung oleh perusahaan perusahaan Asing.  Setahun kemudian tepatnya pada tahun 1957, tambang minyak di pangkalan Brandan dikuasai pemerintah Indonesia dengan pimpinan kepala staf angkatan darat sebagai panglima perang (alas an pemberlakuan UU darurat perang).

Penguasaan terhadap tambang minyak tersebut menghapus perjanjian konperensi meja bundar 1949. Melalui panitia negara urusan pertambangan yang memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang status tambang minyak yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 13 september 1951. Selain itu juga membentuk panitia pembantu ahli.

Kabinet pertama Pemerintah Republik Indonesia,  menempatkan urusan minyak bumi di bawah menteri perdagangan dan industri. Menteri Dr. Sumitro tidak menyetujui tambang minyak dibawah pengawasan pemerintah,  krn perjanjian Konferensi meja bundar telah memutuskan BPM/belanda sebagai pemilik nya. 

Pada kabinet kedua, urusan minyak bumi ditempatkan pengawasan menteri perekonomian. Selanjutnya pada kabinet Djuanda tahun 1957, mengumumkan tambang minyak brandan dibawah Kementerian Perindustrian dan Angkatan Darat. Bulan Oktober 1957 kementerian perindustrian memberi kuasa kepada angakatan darat untuk membentuk PT. ETMSU.  Akhirnya pada bulan Desember 1957 berubah ke PT. PERMINA pada tahun 1958 yang disyahkan oleh menteri kehakiman. Dg direktur umum Ibnu Sutowo.

Setelah UU no.44 tentang pertambangan diberlakukan pada tahun 1961 oleh presiden Soekarno.  (Mengesahkan usilan mosi dari parlemen RI tahun 1951], menteri Chairul Saleh membawa lahirnya PN Permigan yang didirikan berdasar PP no.199 juni 1961. Dan no. 3 februari 1961 dengan nama PN.  Pertamin.  Sedangkan PT PERMINA berubah menjadi PN PERMINA pada bulan juni.  Melalui PP no. 198  tahun 1961.

Dengan berlakunya UUno.  44 , sejak tahun 1961, konsesi pertambangan dikembalikan kepada pemerintah Republik Indonesia, sebagai imbalannya, perusahaan asing diakui sebagai kontraktor perusahaan negara.  terdapat tiga kelompok besar untuk menggambarkan pengakuan tersebut yakni, Stanvac sebagai kontraktor PN PERMINA.  Shell sebagai kontraktor PN Permigan, dan Caltex sebagai kontraktor PN pertamin.  

Pada kontrak ini terdapat klausul untuk menjalankan konstitusi penguasaam cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.  Yakni penjualan fasilitas pengilangan dan pemasaran setelah melewati sepuluh tahun. Tepatnya pada tahun 1964 bulan agustus,  pemindahan aset sebagaimana tertuang dalam kontrak dipercepat pelaksanaannya setahun. PN Pertamin menerima penunjukan pemerintah untuk menerima aset Shell, stanvac,  dan caltex. Sedangkan permigan dengan caltex menghilang seiring peristiwa 1oktober 1965.

Situasi politik di indonesia berubah ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada tahun 1967. Tahun itu pula lahirlah UU penanaman modal asing yang baru.  Pergantian kabinet yang dipimpin Soeharto menempatkan rektor Universitas Indonesia, sebagai Menteri Pertambangan. Yakni soemantri Brojonegoro sebagai menteri pertambangan mengusulkan kepada presiden Soeharto pada tahun 1968, agar Pertamin dan PERMINA digabung menjadi PN PERTAMINA.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar