PENDAHULUAN
Profesi petugas kearsipan
hampir diidentikan dengan “petugas gudang”, demikian satu cuplikan kalimat yang
ada di dalam berita Arsip Nasional RI tahun 1992 yang dituliskan oleh Sauki Hadi
Wardoyo. Layaknya petugas gudang, petugas kearsipan memasukan kertas - kertas
bekas dan disusun serta diurutkan yang kemudian diletakkan di rak atau rol
opeck.
Sudut pandang yang menarik
pada tulisan yang diberi judul “profesi kearsipan dan tertib administrasi” yang
ditulis oleh almarhum Sauki Hadi Wardoyo, bahwa keadaan kearsipan merupakan
konsekuensi logis dari sejarah kenegaraan Indonesia. Saya menyelami dengan
pertanyaan “apakah kearsipan adalah cerminan kenegaraan Indonesia, sejalan
dengan kalimat bahwa kejadian yang terjadi dalam kurun waktu tertentu menjadi
catatan dan keadaan yang mengandung nilai historis/sejarah.
Jika endapan informasi
sebagai rekaman kegiatan pemerintahan yang pernah menjajah Indonesia diartikan
bukan sebagai warisan budaya, maka bagaimana dengan pemerintahan yang sekarang.
Jika revolusi politik dan sosial ketika itu menjadi alasan untuk tidak
menjadikan sebagai warisan budaya, bagaimana dengan perpindahan kantor dan atau
renovasi dengan dalih untuk pelaksanaan program atau arahan pemegang kekuasaan.
Menurut saya, perpindahan kantor menjadi ancaman keberadaan arsip. Atau bahkan
penguasa secara sadar tidak memperhatikan gedung kantor pada pelaksanaan
kegiatan kegiatan strategis sampai pada perhatian gedung gedung pusat
penyimpanan arsip di kementerian?
Jika terdapat gedung untuk
pelaksanaan kegiatan strategis atau adanya gedung pusat penyimpanan arsip,
bagaimana dengan alokasi ruangan, apakah sudah memadai untuk penyimpanan arsip?
Selain gedung sebagai salah
satu indicator penyelamatan arsip, terjadi juga pembiaran perencanaan yang
tidak melihat endapan infrmasi. Fakta empiris yang terjadi adalah ketika
perencanaan kegiatan kementerian diambil dari usulan usulan yang disusun oleh
direktorat jenderal atau kedeputian. Apakah proses perencanaan melihat rekaman
kegiatan yang telah direncanakan. Contohnya saja, masih seringnya penulis
melihat pengulangan kegiatan pada anggaran kerja kementerian lembaga satuan
tiga yang sebetulnya pada catatan kegiatan 10 tahun yang lalu telah dilaksanakan.
Pada tahun 1992, terbaca
fenomena pembentukan suatu profesi arsiparis untuk melakukan pengumpulan
endapan informasi dari kegiatan pemerintahan. Perlu dan tidak perlu nya seorang
arsiparis untuk menyajikan informasi untuk kepentingan kegiatan pemerintahan,
yang terlihat memang diperlukan adanya petugas untuk mengangkut dokumen yang
harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Sudah 23 tahun lamanya,
peran petugas untuk memindahkan arsip masih menjadi hal yang dominan dalam
peran seorang arsiparis. Hasil prestasi kerja kearsipan belum dilirik oleh
penguasa atau pejabat dalam melaksanakan kegiatan adiministrasi pemerintahan.
Dengan kesan belum dipergunakannya hasil kerja arsiparis, maka pada tahun 2015
ini tantangan peran arsiparis untuk dapat menyajikan bentuk penuangan informasi
yang mudah untuk dikonsumsi. Baik konsumi pejabat atau penguasa sampai kepada
konsumsi publik.
Disinilah kemudian adanya
agenda setting bidang kearsipan dapat berperan untuk menyajikan endapan
informasi menjadi salah satu sumber pengambilan perencanaan kegiatan
administrasi di pemerintahan. Namun demikian ada juga langkah yang urgen
dilaksanakan adalah mencoba memenuhi ketidaksiapan terhadap keterbukaan informasi
public yang sejak tahun 2008 telah digaungkan.
Pengakuan formal terhadap
profesi arsiparis telah berjalan selama 35 tahun yakni sejak bulan Mei tahun
1990. Secara formal, prestasi kerja arsiparis dituangkan dalam rincian angka
kredit dengan kegiatan kearsipan. Bapak sauki hadi wardoyo melalui tulisan
pernah menyoal mengenai pengingkaran kenyataan perbedaan lahan kearsipan antara
lembaga kearsipan dengan instansi non lembaga kearsipan. Perbedaan inilah yang
kemudian membatasi arsiparis menuju kearah profesionalitas.
Jika organisasi tingkat
dunia yakni UNESCO pada tahun 1990 telah menyebut aspek dasar yang harus
dimiliki arsiparis yang antara lain adalah motivasi rasa cinta dan kesungguhan
yang besar dalam menghadapi arsip baik aspek fisik, sejarah, seni, dan nilai
dokumentasinya. Selain motivasi , aspek dasar kearsipan adalah pemahaman bahwa
arsiparis bermain dengan intepretasi materi informasi dan persoalan bahan
kearsipan.
Tindakan yang dapat
dilakukan untuk tidak kembali mengingkari kenyataan perbedaan lahan kearsipan
adalah mengimplementasikan ke dalam pedoman kerja bidang kearsipan dan kedalam
rincian kerja arsiparis. Pedoman kearsipan yang dipergunakan sebagai acuan
kerja arsiparis haruslah mengeliminir kesalahan interpretasi sehingga menurut
sauki dapat menyebabkan penyesatan dan menimbulkan kegagalan menemukan
informasi yang bersumber dari arsip. Rincian bukti kerja arsiparis pada sudut
pandang non lembaga kearsipan membantu ariparis yang ditempatkan di kementerian
dan lembaga.
Dua aspek yang menjadi
dimensi pekerjaan arsiparis adalah keberhasilan pengaturan aspek fisik arsip
atau keberhasilan aspek pengaturan informasi. Keberhasilan aspek pengaturan
informasi memiliki indikator keterukuran untuk menjamin tercapainya tepat guna,
tepat sasaran dan tepat waktu dalam pencarian maupun penyajian arsip. Dimensi
pengaturan fisik terkait erat dengan kepentingan unit pencipta arsip. Bahwa
kemudian unit kerja pencipta arsip memiliki kepentingan untuk mengatasi
persoalan keterbatasan gedung untuk penyimpanan arsip, maka perlu juga
diperhatikan kegiatan arsiparis dalam melaksanakan hal tersebut.
Atau kemudian unit pencipta
arsip terdapat entitas nilai dokumentasi atau nilai sejarah sebagai konsekuensi
cerminan berbagai suksesi pemegang penguasa, maka harus dipotret . Potret
tersebut menjadi bagian ramuan pedoman kerja kearsipan dan rincian bukti kerja
arsiparis. Poinnya jangan sampai terjadi pengingkaran kenyataan perbedaan lahan
kearsipan.
RUMUSAN
MASALAH
Dengan pendahuluan tersebut
di atas penulis merumuskan masalah yang akan dibahas yakni “bagaimanakah cara kearsipan dan arsiparis dapat berperan”.
PEMBAHASAN
1. Rincian
kerja arsiparis yang dapat mengakomodir kekhasan pelaksanaan tugas substantif
pada instansi pemerintah. Rincian bukti kerja arsiparis bukan semata sudut
pandang lembaga kearsipan (ANRI, Arsip Daerah, dan arsip perguruan tinggi)
Sampai dengan tulisan ini disusun, uraian
kegiatan pada setiap jenjang arsiparis akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan instansi Pembina arsiparis. Yang diberlakukan masih aturan 2009 atau
belum disepakatinya aturan pelaksanaan untuk tahun 2014.
1.1.
Rincian
bukti kerja arsiparis yang memotret pelaksanaan fungsi substantif
Rincian bukti kerja yang terdapat di
peraturan Menteri PAN dan RB tahun 2014, sudah mulai tidak hanya dari sudut
pandang lembaga kearsipan saja, namun mulai mengakomodir untuk peran peran
arsiparis yang ditempatkan di unit kerja di kementerian dan lembaga.
Salah satu kemampuan arsiparis pada kementerian
atau non lembaga kearsipan adalah menjaga keseimbangan antara arsip yang masuk
dengan arsip yang seharusnya disusutkan. Dalam hal ini seorang arsiparis
layaknya seorang manajer yang hendaknya mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
keuntungan instansi tempat bekerja.
Berikut ilustrasi untuk menunjukan arsiparis
sebagai manajer arsip. Pada suatu Direktorat Jenderal di salah satu kementerian
yag berkedudukan di Jakarta selatan memiliki gedung sebagai tempat penyelengaraan
kegiatan pemerintahan terpisah dengan gedung sekretariat jenderal. Dengan luas
ruangan kurang lebih 6000 meter persegi dengan jumlah pegawai sebanyak 600
orang dengan 30 unit pencipta (tingkat eselon III sebanyak 24 unit dan
secretariat pimpinan sebanyak 6 unit). Kesan yang didapat terhadap rasio
ruangan kantor sangat terbatas. Alokasi ruang arsip pada unit pencipta adalah
pada gedung tersebut adalah 4 Meter persegi X 30 unit sama dengan 120 meter
persegi dan ruang arsip untuk unit kearsipan di ditjen tersebut adalah 120
meter. Jika dikonversi ke dalam boks standar ukuran 20 CM, maka gedung tersebut
hanya dapat menampung 2400 boks arsip. Koleksi arsip yang telah dihasilkan oleh
arsiparis adalah 5400 boks. Manajer arsip dituntut untuk dapat membuat
keseimbangan keberadaa arsip. Manajer arsip di ditjen tersebut harus membuat
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengontrolan terhadap pengelolaan
arsip.
1.2.
Arsiparis
yang difungsikan selain kegiatan kearsipan
Arsiparis yang ditempatkan di unit pencipta
harus diberikan acuan kerja yang sesuai dengan tempat dimana menjadi naungan
bekerja. Fakta di lapangan, masih seringnya arsiparis dimanfaatkan untuk
mendukung pelaksanaan tugas tugas organisasi yang tidak terakui di rincian
bukti kerja arsiparis. Pemanfaatan arsiparis di unit kerja tersebut selain dari
kompetensi yang lebih, juga keterbatasan pegawai. Dengan kejadian semacam itu,
arsiparis tidak dapat focus kepada kegiatan kearsipan.
Contohnya arsiparis yang difungsikan sebagai
sekretaris, arsiparis yang difungsikan sebagai pengurus paspor dan visa,
pengelola keuangan, pengelola pengadaan barang dan jasa, petugas keprotokolan, pengelola
kepegawaian, pengurus Barang inventaris. Selain itu juga arsiparis yang
mendapatkan disposisi dari pimpinan untuk malaksanakan tindak lanjut surat yang
menyita waktu.
Dengan sudut pandang format SKP atau Sasaran
Kinerja Pegawai, prosentase tugas tambahan mengantikan tugas utama sebagai
seorang arsiparis. Untuk itulah diperlukan rincian bukti kerja arsiparis yang
mengakomodir tugas tugas tambahan yang notabene berbeda unsur dengan kegiatan
kearsipan.
1.3.
Penempatan
arsiparis di unit organisasi
Selama ini tidak adanya model penempatan
arsiparis yang terevaluasi secara komprehensif. Sejauh penulis ketahui bahwa, instansi
pembina arsiparis menyerahkan sepenuhnya kepada kementeraian dan lembaga dalam
hal penempatan arsiparis sesuai dengan kebutuhan.
Contohnya tahun 1998 sesuai dengan keputusan
Menteri Pertambangan dan energi, unit organisasi yang mewadahi arsiparis di
lingkungan departemen Pertambangan dan energi adalah satuan kerja Bagian tata
Usaha departemen untuk sekretariat jenderal, Bagian Umum untuk itjen dan
ditjen, dan bagian tata usaha untuk direktorat dan pusat.
Penempatan arsiparis kemudian berkembang
dengan dasar adanya dengan analisa beban kerja untuk jangka panjang dengan
pelaksanaan setiap tahunnya. Contohnya pada biro keuangan dan biro kepegawaian di
sekretariat jenderal. Unit tersebut membutuhkan arsiparis sebagai pelaksana
untuk mendukung kegiatan kepegawaian dan keuagan pada koridor kegiatan
kearsipan. Maka pada tahun 2015, telah ditetapkan formasi arsiparis yang di biro
biro termaksud.
Selain itu juga model penempatan dengan
status diperbantukan di luar satuan unit kerjanya. Model ini harusnya juga
diberikan NSPK sehingga dipedomani dalam rangka mengoptimalisasi keberadaan
arsiparis.
1.4.
Pembinaan
administrasi kepegawaian dengan mutasi antar jabatan struktural/fungsional
Fakta
tahun 2015 tentang pemberhentian sementara pengadaan pegawai menjadi tantangan
untuk bidang kearsipan. Formasi untuk aarsiparis menjadikan belum dapat dipenuhi.
Yang kemudian dapat menyebabkan krisis arsiparis. Krisis arsiparis salah
satunya adalah kekurangan jumlah pegawai yang menangani bidang kearsipan.
Contohnya
di Kementerian ESDM, sesuai dengan peta jabatan tahun 2015, rasio keberadaan
arsiparis hanya mencapai 23% dari kebutuhan. Sesuai data di brio biro
kepegawaian KESDM, terdapat15 orang yang belum diangkat, itu artinya kenaikan rasio
naik menjadi 32%. Belumlah mencapai rasio yang bagus, harus diancam dengan para
arsiparis yang akan memasuki masa pension. Selain pension terdapat pengentian
sementara penerimaan CPNS.
Untuk
itu perlu solusi terkait dengan kebijakan penghentian sementara pengadaan CPNS
tahun 2015 s.d 2019. Salah satu terobosan dengan dilaksanakan proses jajak
minat pengadaan arsiparis dari jalur pegawai.
2. Pedoman
kearsipan yang dipotret benefit atau keuntungan pencipta arsip (kementerian dan
lembaga) bukan saja protret lembaga kearsipan atau hanya potret pusat arsip
kementerian.
Pedoman kearsipan harus memuat ketentuan tata
kearsipan yang tidak memberatkan unit pencipta. Ketentuan tata kearsipan yang
tidak memuat alur yang rumit atau banyak proses yang harus dilewati.
Konsepsi pusat arsip Kementerian (records center) dan konsepsi central file (tempat penyimpanan yang
masih terdapat di direktorat Jenderal) mulai tumbuh di lingkungan instansi
pusat. Sejauh pengamatan penulis, terdapat pusat arsip kementerian antara lain,
ESDM, Perhubungan, Pertanian, Pekerjaan Umum, dan lain sebagainya.
Pada direktorat jenderal, pelaksana tata
usaha berperan sebagai unit kearsipan yang menerapkan central file. Menurut
Budi Martono pada makalah yang berjudul central file, pusat arsip dan unit
kearsipan serta hubungan dengan jabatan fungsional arsiparis menyebutkan bahwa
arsip yang berada pada central file
di direktorat jenderal , jika telah mencapai masa inaktif akan dipindahkan dan
disimpan secara terpusat pada pusat arsip departemen.
Masih adanya pemahaman bahwa pusat arsip
departemen hanya diperuntukkan untuk arsip permanen, akan mempersulit dan
memperberat unit pencipta arsip. Menurut Budi martono dalam makalah tersebut
yang dimuat dalam berita arsip Nasional RI bulan Juli tahun 1992, tugas pusat
arsip kementerian adalah untuk menyimpan, memelihara arsip inaktif yang berasal
dari direktorat jenderal. Selain itu juga bertugas untuk memusnahkaan dan
menyerahkaan arsip statis ke ANRI.
Hambatan pelaksanaan transfer arsip dari unit
kerja eselon III ke central file salah satunya adanya ketentuan untuk mendaftar
secara detil. Karena keterbatasan tenaga administrasi, maka hal tersebut sulit
untuk dilaksanakan, dikarenakan juga tidak terbiasa. Arsip aktif yang telah
selesai proses administrasi, tidak langsung diserahkan ke central file sehingga
menumpuk dari tahun ke tahun.
3. Keberhasilan
aspek pengaturan informasi dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Pendekatan pemanfaatan teknologi informasi
komputer, saat ini adalah hal mutlak yang harus disediakan untuk arsiparis.
Jika arsiparis dibekali dengan perangkat lunak yang siap pakai seperti adanya
infrasturktur SIKD , JIKN, dan SIKN, maka akan lebih membantu peran arsiparis.
Database mentabulasi daftar arsip yang
dihasilkan oleh arsiparis. Sistem informasi untuk mendukung kecepatan akses.
Ratusan ribu datum arsip dapat dipanggil secara cepat dengan metadata arsip
yang telah ditentukan.
4. Antara
aspek fisik, sejarah, seni dan nilai dokumentasi dengan penyeragaman pengaturan
informasi terkait pada interpretasi informasi.
Kekhasan sejalan dengan pelaksanaan tugas
substatif instansi pemerintah hendaknya diperhatikan pada bidang kearsipan.
Kesimpulan
1.
Kearsipan dapat berperan dengan memberikan
hasil kerjanya sebagai referensi organisasi dalam mengambil keputusan
2.
Arsiparis dapat berperan dengan memberikan
hasil kerjanya untuk mendukung tujuan organisasi
3.
Diperlukan rincian bukti kerja arsiparis
dapat memberikan arahan peran di suatu unit kerja.
4.
Pedoman kearsipan mudah diterapkan oleh
arsiparis.
Rekomendasi
1.
Cantumkan butir kerja arsiparis yang
ditugaskan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi di non lembaga
kearsipan
2.
Berikan amanah ke Pembina arsiparis pada non
lembaga kearsipan untuk memperinci butir kegiatan yang kedalam petunjuk teknis
masing masing instansi
3.
Berikan perbedaan pembobotan antara poin 1
dan 2
4.
pembuatan klasifikasi arsip sebagai dasar
pengaturan informasi arsip yang mencerminkan kekhasan masing masing instansi
5.
Terapkan prinsip aturan asli dan prinsip asal
usul pada pedoman kerja kearsipan.
6.
Adanya
pedoman kearsipan mempermudah tugas tugas arsiparis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar