Komunitas Arsip (Desember 2010) |
Komunitas 2010 |
Pakar
Kearsipan UGM Yogyakarta, Machmoed Effendie dalam seminar nasional kearsipan
tahun 2012 yang bertema “Paradigma pengelolaan informasi dan rekaman kegiatan
di era keterbukaan informasi publik” di Yogyakarta mengatakan bahwa paradigma
kearsipan telah berjalan empat fase. Fase pertama adalah warisan yuridis. Fase
kedua adalah peralihan warisan yuridis menjadi memori budaya. Fase ketiga
adalah memory budaya beralih pada keterlibatan masyarakat. Fase keempat menuju
ke masyarakat pengarsipan. Fokus pemikiran kearsipan berkembang dari kebuktian
ke memori ke identitas dan ke komunitas.
Penulis
berpendapat bahwa paradigma kearsipan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
paradigma administrasi Negara. Kearsipan menjadi semakin dekat dengan rumpun
administrasi Negara ketika Lembaga Arsip Nasional RI yang menjalankan tugas
dibawah koordinasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi. Peran arsip dan arsiparis serta bidang kearsipan diarahkan untuk
mendukung aparatur Negara dan birokrasi pemerintahan. Sehingga pada saat ini Kearsipan
menjadi rumpun administrasi Negara bukan lagi menjadi rumpun budaya/sastra/sejarah/dokumentasi.
Catatan kemunculan lembaga arsip negeri yang kemudian pada tahun 1950 menjadi
arsip negara dikoordinasi oleh dokumentasi sejarah pada jawatan kementerian
pendidikan pengajaran dan kebudayaan (PP dan K) menjadikan kearsipan satu
rumpun dengan budaya/sastra/sejarah. Perkembangan kearsipan satu rumpun dengan
administrasi dimulai pada tahun 1962. Tahun 1962 terjadi perubahan arsip Negara
menjadi arsip nasional dan dikoordinasikan oleh kemeterian pertama bidang
khusus. Semakin nyata pada tahun 1966 arsip Negara ditempatkan dibawah wakil
perdana menteri bidang lembaga - lembaga politik.
SC seminar kearsipan 2011 |
SC Seminar Kearsipan 2010 |
SC Seminar Kearsipan 2012 |
Paradigma
administrasi Negara “model klasik” terjadi di Indonesia ketika terjadi dikotomi
antara politik dan administrasi. Lokus administrasi berada di lembaga
pemerintahan dan lembaga industri. Tercermin pada pemerintahan orde baru sampai
dengan tahun 90an. Masih tercatat dalam memori masyarakat bahwa arsip
supersemar menjadi alat legalitas dan menjadi dasar menggulingkan pemerintahan
Orde Lama. Paradigma kearsipan yakni identitasevidence tergambar pada perebutan dan melanggengkan kekuasaan. Kekuasaan
untuk mengatur bidang kehidupan sosial politik ekonomi dan hankam yang
dimainkan oleh aktor Negara yakni lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi Negara,
lembaga Negara atau yang sering penulis sebut organisasi Negara. Sehingga pada masa orde baru , praktik
nepotisme, mendekati dengan cara kolusi dilakukan untuk melanggengkan
kekuasaan. Dalam administrasi model klasik ini, Arsip merupakan identitas dan
pembuktian untuk melanggengkan kekuasaan, identitas dan pembuktian untuk
mengatur secara militeristik.
Ketika
masalah kehidupan yang semakin komplek dianggap sebagai dasar memunculkan
banyak organisasi Negara yang kemudian di sebut dengan “birokrasi”(max weber ).
Justru memunculkan arsip diartikan sebagai hasil samping proses administrasi. Pekerjaan
akan dianggap arsip ketika proses adminstrasi dan pertanggungjawabannya telah
selesai. Arsip tak kurang dan tak lebih hanya produk samping organisasi /birokrasi
pemerintahan. Unit kerja arsip merupakan tempat pengasingan pejabat yang
mengalami masalah karirnya. Tujuan organisasi tidak tergambar di dalam arsip,
karena unit kerja menjadi tempat pengasingan. Paradigma memori membawa arsip
menjadi memori yang kelam.
Syawalan di Jakarta (2012) |
Paradigma
administrasi NPM (New Publik Management) menggeser model klasik. Kompleksitas
permasalahan kehidupan tidak serta merta dapat teratasi dengan adanya
birokrasi. Cakupan dan hirarki birokrasi yang terlalu luas dan panjang yang
walaupun menurut mak weber organisasi harus bersifat rasional, anggota dan
kedudukan organisasi harus ditempatkan bersasarkan kemampuan yang dimiliki,
dikembangkan dan dituntun dengan peraturan yang jelas dan tegas (legal
relation). Sehingga tugas tugas adminisitrasi
Negara dapat dibagi habis kedalam struktur organisasi yang baru. Namun
pada perkembangannya skala birokrasi Indonesia tersebut kurang efektif dan
efisien. Memori masyarakat Indonesia menganggap birokrasi kurang dalam kinerja tugas
administrasi . Bahkan ada lelucon, kalo bisa dipersulit, kenapa dipermudah.
Semua demi keuntungan sesaat, keuntungan suatu golongan, keuntungan untuk
menembus kalangan elit.
buka bersama di Jakarta 2011 |
Untuk
itu kemudian kata administrasi diganti dengan kata manajemen. Mekanisme pasar
,kompetitif, responsive, berjiwa wirausaha menjadi ciri dari paradigma NPM.
Pada bidang kearsipan dikenal arsip dinamis dan arsip statis. Pengaruh Archive
administration berbeda dengan fokus pemikiran records management. Munculnya
manajemen kearsipan sehingga arsip dapat dipergunakan sebagai alat untuk menuju organisasi yang efektif efisien serta mekanisme pasar,kompetitif, responsive serta berjiwa
wirausaha. Hal ini tidak terlepas juga dari pengaruh pekembanganan teknologi
salah satunya adalah komputer/ teknologi informasi. Arsip
menjadi satu unsur menejemen yang dianggap penting. Paradigma identitas,
evidence, memori serta komuniti diarahkan untuk mendukung peningkatan daya
saing organisasi, dapat berkompetisi dengan mekanisme pasar.
Paradigma
NPM bergeser menjadi New Public Services/NPS (saat ini). Rakyat yang dianggap
pelanggan kurang mendapat keadilan, persamaan hak, dan partisipasi. Pada
paradigma NPS lahir dengan diawali dengan good
governance yang memiliki ciri khas keterlibatan aktor aktor yang mempunyai peran masing masing. Aktor
tersebut adalah yakni Negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran Negara
menciptakan situasi politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta berperan
menciptakan lapangan kerja dan pendapatan, masyarakat berperan aktif dalam
aktifitas ekonomi, politik dan sosial. Pengaruh pada paradigma kearsipan adalah
arsip sebagai informasi terekam. Pada media apapun dipergunakan siapa saja baik
birokrasi, masyarakat maupun sektor swasta.
Paradigma
tersebut lebih bisa disebut semakin terlihat ketika lahir Undang-Undang RI
keterbukaan informasi publik tahun 2009, UU RI Tranksaksi Elektronik 2008. UU
Pelayanan Publik tahun 2009, UU Kearsipan tahun 2009 membawa pengaruh paradigma
identitas dan paradigma evidence.
Arsip merupakan
identitas birokrasi menjadi identitas Governance
(terdiri dari Negara, masyarakat dan sector swasta). Arsip juga identitas masyarakat. Arsip juga identitas sektor swasta. Hal tersebut ditandai
dengan hak akses arsip. Hak mengakses arsip yang dimiliki masyarakat yang
dahulu hanya sebatas arsip statis sekarang berkembang kepada arsip dinamis.
Paradigma evidence yang hanya
melegalkan peran Negara (pengaruh model klasik), mendukung manajemen (pengaruh
NPM) kemudian arsip menjadi alat untuk mengontrol keberlangsungan peran negara.
Alat untuk mendapatkan keadilan bagi publik. Arsip menjadi alat agar peran
masyarakat dan sektor swasta maksimal dalam konteks good governance.
Paradigma memori dan komunitas yakni ketika Rekaman
kegiatan harus
diolah menjadi informasi dan disajikan kepada masyarakat, dalam tubuh birokrasi sendiri, kepada strakeholdernya kepada sektor swasta. Pemanfaatan informasi yang terekam dalam bentuk rekaman kegiatan disampaikan agar publik merasa memiliki. memiliki informasi. kompetensi birokrasi bukan lai persaingan dalam mencapai tujuan organisasi masing masing namun juga untuk berkordinasi sinergis antara negara, masyarakat, dan stakeholder, lembaga swadaya masyarakat. Rekaman
kegiatan yang dikategorikan arsip dinamis harus bersifat terbuka untuk publik terkecuali untuk yang memang harus ditutup dan diatur secara jelas oleh konstitusi
dan perundangan yang berlaku.