Cumen cerita, Menyibak hikmah, ngaji, serba serbi, syukur, keseharian, hiburan, mikir, kearsipan

Selasa, 15 Januari 2013

Perkembangan Paradigma Kearsipan di Indonesia

Komunitas Arsip (Desember 2010) 
Komunitas 2010

Pakar Kearsipan UGM Yogyakarta, Machmoed Effendie dalam seminar nasional kearsipan tahun 2012 yang bertema “Paradigma pengelolaan informasi dan rekaman kegiatan di era keterbukaan informasi publik” di Yogyakarta mengatakan bahwa paradigma kearsipan telah berjalan empat fase. Fase pertama adalah warisan yuridis. Fase kedua adalah peralihan warisan yuridis menjadi memori budaya. Fase ketiga adalah memory budaya beralih pada keterlibatan masyarakat. Fase keempat menuju ke masyarakat pengarsipan. Fokus pemikiran kearsipan berkembang dari kebuktian ke memori ke identitas dan ke komunitas.

Penulis berpendapat bahwa paradigma kearsipan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh paradigma administrasi Negara. Kearsipan menjadi semakin dekat dengan rumpun administrasi Negara ketika Lembaga Arsip Nasional RI yang menjalankan tugas dibawah koordinasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Peran arsip dan arsiparis serta bidang kearsipan diarahkan untuk mendukung aparatur Negara dan birokrasi pemerintahan. Sehingga pada saat ini Kearsipan menjadi rumpun administrasi Negara bukan lagi menjadi rumpun budaya/sastra/sejarah/dokumentasi. Catatan kemunculan lembaga arsip negeri yang kemudian pada tahun 1950 menjadi arsip negara dikoordinasi oleh dokumentasi sejarah pada jawatan kementerian pendidikan pengajaran dan kebudayaan (PP dan K) menjadikan kearsipan satu rumpun dengan budaya/sastra/sejarah. Perkembangan kearsipan satu rumpun dengan administrasi dimulai pada tahun 1962. Tahun 1962 terjadi perubahan arsip Negara menjadi arsip nasional dan dikoordinasikan oleh kemeterian pertama bidang khusus. Semakin nyata pada tahun 1966 arsip Negara ditempatkan dibawah wakil perdana menteri bidang lembaga - lembaga politik.

SC seminar kearsipan 2011
SC Seminar Kearsipan 2010
SC Seminar Kearsipan 2012
Paradigma administrasi Negara “model klasik” terjadi di Indonesia ketika terjadi dikotomi antara politik dan administrasi. Lokus administrasi berada di lembaga pemerintahan dan lembaga industri. Tercermin pada pemerintahan orde baru sampai dengan tahun 90an. Masih tercatat dalam memori masyarakat bahwa arsip supersemar menjadi alat legalitas dan menjadi dasar menggulingkan pemerintahan Orde Lama. Paradigma kearsipan yakni identitasevidence tergambar pada perebutan dan melanggengkan kekuasaan. Kekuasaan untuk mengatur bidang kehidupan sosial politik ekonomi dan hankam yang dimainkan oleh aktor Negara yakni lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi Negara, lembaga Negara atau yang sering penulis sebut organisasi Negara. Sehingga pada masa orde baru , praktik nepotisme, mendekati dengan cara kolusi dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam administrasi model klasik ini, Arsip merupakan identitas dan pembuktian untuk melanggengkan kekuasaan, identitas dan pembuktian untuk mengatur secara militeristik.

Ketika masalah kehidupan yang semakin komplek dianggap sebagai dasar memunculkan banyak organisasi Negara yang kemudian di sebut dengan “birokrasi”(max weber ). Justru memunculkan arsip diartikan sebagai hasil samping proses administrasi. Pekerjaan akan dianggap arsip ketika proses adminstrasi dan pertanggungjawabannya telah selesai. Arsip tak kurang dan tak lebih hanya produk samping organisasi /birokrasi pemerintahan. Unit kerja arsip merupakan tempat pengasingan pejabat yang mengalami masalah karirnya. Tujuan organisasi tidak tergambar di dalam arsip, karena unit kerja menjadi tempat pengasingan. Paradigma memori membawa arsip menjadi memori yang kelam.

Syawalan di Jakarta (2012)
Paradigma administrasi NPM (New Publik Management) menggeser model klasik. Kompleksitas permasalahan kehidupan tidak serta merta dapat teratasi dengan adanya birokrasi. Cakupan dan hirarki birokrasi yang terlalu luas dan panjang yang walaupun menurut mak weber organisasi harus bersifat rasional, anggota dan kedudukan organisasi harus ditempatkan bersasarkan kemampuan yang dimiliki, dikembangkan dan dituntun dengan peraturan yang jelas dan tegas (legal relation). Sehingga tugas tugas adminisitrasi  Negara dapat dibagi habis kedalam struktur organisasi yang baru. Namun pada perkembangannya skala birokrasi Indonesia tersebut kurang efektif dan efisien. Memori masyarakat Indonesia menganggap birokrasi kurang dalam kinerja tugas administrasi . Bahkan ada lelucon, kalo bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Semua demi keuntungan sesaat, keuntungan suatu golongan, keuntungan untuk menembus kalangan elit.

buka bersama di Jakarta 2011
Untuk itu kemudian kata administrasi diganti dengan kata manajemen. Mekanisme pasar ,kompetitif, responsive, berjiwa wirausaha menjadi ciri dari paradigma NPM. Pada bidang kearsipan dikenal arsip dinamis dan arsip statis. Pengaruh Archive administration berbeda dengan fokus pemikiran records management. Munculnya manajemen kearsipan sehingga arsip dapat dipergunakan sebagai alat untuk menuju organisasi yang efektif efisien serta mekanisme pasar,kompetitif, responsive serta berjiwa wirausaha. Hal ini tidak terlepas juga dari pengaruh pekembanganan teknologi salah satunya adalah komputer/ teknologi  informasi. Arsip menjadi satu unsur menejemen yang dianggap penting. Paradigma identitas, evidence, memori serta komuniti diarahkan untuk mendukung peningkatan daya saing organisasi, dapat berkompetisi dengan mekanisme pasar.

Paradigma NPM bergeser menjadi New Public Services/NPS (saat ini). Rakyat yang dianggap pelanggan kurang mendapat keadilan, persamaan hak, dan partisipasi. Pada paradigma NPS lahir dengan diawali dengan good governance yang memiliki ciri khas keterlibatan aktor aktor  yang mempunyai peran masing masing. Aktor tersebut adalah yakni Negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran Negara menciptakan situasi politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta berperan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan, masyarakat berperan aktif dalam aktifitas ekonomi, politik dan sosial. Pengaruh pada paradigma kearsipan adalah arsip sebagai informasi terekam. Pada media apapun dipergunakan siapa saja baik birokrasi, masyarakat maupun sektor swasta.

Paradigma tersebut lebih bisa disebut semakin terlihat ketika lahir Undang-Undang RI keterbukaan informasi publik tahun 2009, UU RI Tranksaksi Elektronik 2008. UU Pelayanan Publik tahun 2009, UU Kearsipan tahun 2009 membawa pengaruh paradigma identitas dan paradigma evidence.

Arsip merupakan identitas birokrasi menjadi  identitas Governance (terdiri dari Negara, masyarakat dan sector swasta). Arsip juga identitas masyarakat. Arsip juga identitas sektor swasta. Hal tersebut ditandai dengan hak akses arsip. Hak mengakses arsip yang dimiliki masyarakat yang dahulu hanya sebatas arsip statis sekarang berkembang kepada arsip dinamis. Paradigma evidence yang hanya melegalkan peran Negara (pengaruh model klasik), mendukung manajemen (pengaruh NPM) kemudian arsip menjadi alat untuk mengontrol keberlangsungan peran negara. Alat untuk mendapatkan keadilan bagi publik. Arsip menjadi alat agar peran masyarakat dan sektor swasta maksimal dalam konteks good governance. 

Paradigma memori dan komunitas yakni ketika Rekaman kegiatan harus diolah menjadi informasi dan disajikan kepada masyarakat, dalam tubuh birokrasi sendiri, kepada strakeholdernya kepada sektor swasta. Pemanfaatan informasi yang terekam dalam bentuk rekaman kegiatan disampaikan agar publik merasa memiliki. memiliki informasi. kompetensi birokrasi bukan lai persaingan dalam mencapai tujuan organisasi masing masing namun juga untuk berkordinasi sinergis antara negara, masyarakat, dan stakeholder, lembaga swadaya masyarakat. Rekaman kegiatan yang dikategorikan arsip dinamis harus bersifat terbuka untuk publik terkecuali untuk yang memang harus ditutup dan diatur secara jelas oleh konstitusi dan perundangan yang berlaku. 

Tidak ada komentar: