Cumen cerita, Menyibak hikmah, ngaji, serba serbi, syukur, keseharian, hiburan, mikir, kearsipan

Minggu, 27 Januari 2013

Pelimpahan Menteri ESDM kepada Dirjen Migas


Sebagai pimpinan organisasi, seorang menteri dibantu oleh para pejabat level pelaksana kebijakan. Pembantu Menteri ESDM yakni Wakil menteri ESDM ( Widjajono Partowidagdo Rudi Rubiandini Susilo Siwo Utomo ) pejabat eselon I yakni direktur jenderal dan kepala badan, Dalam rangka memperlancar tugas, seorang menteri melimpahkan sebagian kewenangan melalui sebuah keputusan menteri. Berikut catatan pelimpahan kewenangan Menteri ESDM kepada Direktur Jenderal Migas.
1.     Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1203K/10/MEM/2009 tanggal 29 April 2009 tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Bidang Minyak dan Gas Bumi. Dokumen bertanda tangan Atas nama Menteri, Direktur Jenderal mengeluarkan Surat Keputusan Pemenang Lelang Penawaran Langsung wilayah kerja GMB

2.  Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1272.K/03/MPE/1996 tentang pelimpahan wewenang Menteri Pertambangan dan Energi kepada Dirjen Migas dalam hal persetujuan penyisihan Wilayah Kerja. atas nama Menteri ESDM Direktur Jenderal memberikan persetujuan penyisihan sebagian Wilayah Kerja dimaksud kepada KKS dan BPMIGAS dengan mengacu berita acara serah terima data fisik
     PERATURAN MESDM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA MIGAS NON KONVENSIONAL

3.    Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi  No. 1024.K/30/MPE/2000 tanggal 30 Mei 2000 Pelimpahan Wewenang Sebagian Wewenang Menteri Pertambangan dan Energi Kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Dalam Pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Kerja Sama Lainnya di Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. a.n. Menteri ESDM Direktur Jenderal memberikan persetujuan alih interest kepada perusahaan non affiliasi/afiliasi dimaksud kepada KKKS dan BPMIGAS

4.  Peraturan Menteri  Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 007 Tahun 2005 tentang  Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
      PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR:  16  TAHUN  2011  TENTANG KEGIATAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK

5.   Permen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 2808.K/20/M.EM/2006 Tentang Standar dan Mutu (spesifikasi) Pelumas Yang Dipasarkan di Dalam Negeri

6. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06P/0746.M,PE/1991 Tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja Atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang dipergunakan dalam pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi

7.    Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  Nomor  27  Tahun 2008   tanggal  22 Agustus 2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi

8. KepMen ESDM Nomor: 1088.K/20/MEM/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan, Pengaturan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

9.    Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 037 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengajuan Rencana Impor dan Penyelesaiannya Barang Yang Dipergunakan untuk Operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

10. Keputusan Menteri ESDM No. 1454K/30/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di bidang Minyak dan Gas Bumi

11. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2280.K/05/MEM/2007 tanggal 24 Agustus 2007 tentang Koordinasi Antar Unit Di Lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dalam Penanganan Dialog/Kerjasama Luar Negeri

12. Permen Pertambangan dan Energi No. 05/P/M/PERTAMB/1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikasi Kelayakan Konstruksi untuk Platform Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai

13. Kepmen Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa penyalur Minyak dan Gas Bumi

14. Permen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 045 tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi; dan

Selasa, 22 Januari 2013

Klasifikasi Arsip (masalah) Pertambangan dan Energi1984

Menteri Pertambangan Soebroto
didampingi Dirjen Migas Wijarso
 pada sidang OPEC. 1980 di Bali

Aturan yang terkandung dalam prinsip kearsipan yakni principel of provenance, arsip seyogyanya dikembalikan kepada unit pencipta. Klasifikasi arsip (masalah) di departemen ESDM yang berlaku sebagaimana yang termuat dalam Permen ESDM nomor 056 Tahun 2006 tentang Tata Persuratan Dinas dan kearsipan disusun sebagaimana aturan prinsip kearsipan termaksud (belom terdapat produk yang lebih baru). 

Klasifikasi arsip tersebut mencerminkan unit kerja “Departemen Pertambangan Energi” . Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1092 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depertemen ESDM. Masalah Pertambangan dan energi dibingkai dengan nomenkelatur sebagaimana organisasi telah mengaturnya. Ketika eselon II menjadi Level 1 (masalah) maka untuk level 2 (sub masalah) dicerminkan dari eselon III. Hal tersebut ,masalah pencerminan level 2 dan 3 yakni level eselon II dan III. 

Sejarahnya, sebelum berubah menjadi Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral (sampai dengan tahun 2009), nama depertemen adalah Pertambangan dan Energi. Salah satu menteri yang memimpin depertemen ini adalah Bapak Susilo Bambang Yudoyono (Presiden RI Periode 2004 - 2009 dan Periode 2009 – 2014) pada masa pemerintahan Megawati.

Melalui Keputusan Presiden nomor 44 tahun 1974 tentang pokok pokok Organisasi Departemen , Kepres No. 45/M Tahun 1983 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan IV dan Keputusan Presiden nomor 15 tahun 1984 tentang susunan organisasi departemen maka dirumuskanlah kedudukan, tugas, fungsi dan susunan tata kerja unit – unit organisasi di lungkungan depertemen Pertambangan Energi. Perumusan tersebut melalui sebuah keputusan yang disyahkan oleh Menteri Pertambangan dan energi yang mendapat persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada tanggal 24 Oktober tahun 1984. Menteri Pertambangan yakni bapak Subroto menandatangai pada tanggal 5 Nopember 1984 dengan Nomor 1092 Tahun 1984.

Menteri dibantu oleh pejabat eselon I di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi. Pejabat eselon I tersebut yakni Sekretaris Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktur jenderal Pertambangan Umum, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dan Direktur Jenderal Listrik dan Energi dan Terbarukan.

Matrik nomenkelatur jabatan di Departamen Pertambangan Energi yang menunjukkan fungsi Substantif Pertambangan dan energi menjadi dasar penyusunan klasifikasi arsip (subyek). Terdapat 34 unit kerja eselon II dan 165 unit kerja eselon III. 



Level
MASALAH
Eselon I
I. Pertambangan Umum
2. Geologi dan Sumber Daya Mineral
3. Minyak dan Gas Bumi
4. Listrik dan energi dan terbarukan
Eselon II
Pertambangan
Sumber Daya Mineral
Eksplorasi dan Produksi Migas
Pembinaan Program Kelistrikan
Pembinaan Pengusahaan Pertambangan
Geologi tata lingkungan
Eksplorasi dan produksi Panas Bumi
Pembinaan Pengusahaan Kelistrikan
Batubara
Vulkanologi
Teknik Pertambangan Migas
Pengembangan energi baru
Pembinaan Pengusahaan Migas
Eselon III
Perijinan Pertambangan
Ekplorasi Mineral Logam
Eksplorasi dan Eksploitasi Migas
Pengaturan Jasa penunjang kelistrikan
BImbingan Pertambangan
Eksplorasi Mineral Industri dan batuan
Pemurnian, pengolahan dan Pengangkutan Minyak bumi
Standarisasi kelistrikan
Pengamanan Teknis
Eksplorasi Batubara dan Gambut
Pemurnian, pengolahan dan Pengangkutan Gas Bumi
Teknik Pengusahaan kelistrikan
Keselamatan Kerja Perta
Geofisika dan Pemboran eksplorasi
Anggaran, pungutan dan Pemasaran Migas
Analisa pembeayaan kelistrikan
Konservasi
Geokomia dan Informasi Mineral
Penataan Usaha Migas
Bina Program energy baru
Produksi dan Pengembangan
Hidro Geologi tata lingkungan
Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi
Bina usaha energy baru
Teknik dan Logistik
Geologi Teknik tata lingkungan
Anggaran, Pungutan dan Pemasaran Panas Bumi
Konversi energy baru
Penanaman modal
Geologi Lingkungan Perkotaan dan daerah
Penataan Usaha Pansa Bumi
Energy pedesaan
Analisa Pemasaran
Pemboran, Pemeliharaan Peralatan dan Geofisika
Penelaahan Migas dan Panas bumi

Pembinaan tenaga Kerja
Analisa, dokumentasi dan Pengolahan data
Keselamatan Kerja Eksplorasi dan eksploitasi

Bina usaha Batubara
Pegamatan Gunung Api
Keselamatan Kerja Pemurnian, Pengolahan, pengangkutan dan Pemasaran

Evaluasi dan Pengembangan batubara
Pemetaan gunung Api
Klaibrasi Alat ukur

Pemanfaatan dan tata lingkungan batubara
Inventarisasi Panas Bumi
Pembinaan Tenaga Kerja


Analisa Gunung Api
Evaluasi Teknologi Peralatan


Penyuluhan dan Dokumentasi
Perijinan dan Apresiasi



Standarisasi Peralatan



Bina usaha jasa Penunjang



Pengolahan Informasi data

Senin, 21 Januari 2013

Kritik Pemanfaatan TIK pada bidang Kearsipan


Salah satu permasalahan birokrasi adalah ketatalaksanaan. Tata laksana perkantoran berlapis lapis sesuai dengan level organisasi. Dalam setiap level terdapat mekanisme yang sangat bergantung dari keberadaan orang dan pejabat. Contohnya untuk tata laksana surat dinas, permasalahan yang sering timbul adalah waktu yang diperlukan untuk menindaklanjuti surat memerlukan waktu yang lama. Pengurusan surat surat di birokrasi lama. Keterukuran (cepat, simple, dan handal) pengurusan surat di birokrasi pemerintahan belum dapat diwujudkan.

Permasalah tersebut kemudian dikembangkan, didefinisikan dan dicarikan pemecahannya. Outputnya bahwa permasalahan tata laksana persuratan dan kearsipan perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu dalam agenda reformasi birokrasi, Pemanfaatanteknologi informasi komputer (TIK) untuk menjawab permasalahan termaksud.

Walaupaun telah menjadi agenda reformasi birokrasi, namun perhatian dengan pemanfaatan teknologi informasi computer bukan serta merta dapat dilaksanakan kepada seluruh lembaga. Setiap lembaga dapat membuat kebijakan untuk internal organisasinya lebih komprehensif. Jika hanya tuntutan agenda reformasi birokrasi dan tidak dilihat secara detil pada tahapan penentuan kebijakan, maka kebijakan pemanfaatan teknologi komputer dalam persuratan dan kearsipan akan menjadi sia sia. Pembuatan aplikasi tata naskah dinas elektronik atau sistem informasi kearsipan (e-arsip) menjadi tak berguna.

Tuntutan sektor swasta dan masyarakat agar pengurusan surat di birokrasi pemerintahan agar mudah simple handal merupakan inti permasalahan. Dalam memproses tuntutan swasta dan masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan mendekatkan akibat dari penyebabnya. Jika akibat adalah proses pengurusan surat yang berbelit, belit apakah yang menjadi penyebabnya?. Apakah penyebabnya ketidak adanya kejelasan prosedur?. Apakah penyebabknya level organisasi yang terlalu panjang yang harus melawati meja ke meja?. Apakah penyebabnya tidak memanfaatkan teknologi informasi computer?

Penulis berpendapat bahwa sebelum output untuk mengatasi permasalahan berbelit belitnya atau lama dalam pengurusan surat dengan pemanfaatan teknologi informasi computer (TIK), perlu dilakukan formulasi yang komprehensif. Formulasi adalah kegiatan pengembangan rencana dan metode guna mewujudkan tindakan penyelesaian masalah. Siapakah actor yang akan berperan dalam formulasi tersebut?

Actor pelaksana pengurusan surat dan kearsipan adalah pengadministrasi umum dan arsiparis. Badan usaha yang mengurus surat di birokrasi. Aktor pemangku kepentingan adalah para pejabat yang menandatangani surat dan lembaga yang memiliki tugas dan fungsi. Pemroses pekerjaan yakni jabatan fungsional umum di unit kerja termaksud. Formulasi dapat berjalan lama bukan hanya sesaat. Proses tetap yang berulang dalam pengurusan surat dan kearsipan secara rutin disandingkan dengan permasalahan pengurusan surat dan arsip di birokrasi yang berbelit. Usulan atas permasalahan tersebut dimunculkan dimulai dari aktor (pelaku). 

Anggap permasalahan besar adalah berbelit belitnya pengurusan surat. Apakah penyebab yang terjadi di pelaksana yakni pengadministrasi umum dan arsiparis? Menggali penyebab atas permasalahan besar sehingga memunculkan permasalahan baru. Apa saja penyebab di pemangku jabatan yang menandatangani? Apa penyebab proses yang dialami oleh pejabat fungsional umum terkait?

Pada tahap formulasi, akan terlihat apakah memang pemanfataan teknologi informasi computer untuk tata laksana surat dan arsip merupakan penyebab dari permasalahan berbelit belitnya pengurusan surat di birokrasi pemerintah. Penulis berpendapat bahwa Kesalahan umum dapat terjadi karena alternatif solusi “ pemanfataan teknologi informasi computer” dikarenakan diambil bukan dari sumber pengembangan alternative.

Alternatif solusi seyogyanya berasal dari sumber yang benar. Sumber tersebut adalah pihak yang berwenang untuk menandatangai surat (sebagai syarat syahnya surat). Melalui sumber orang yang berwenang inilah, dapat dikembangkan alternative untuk mengatasi permasalah “berbelit belitnya pengurusan surat di birokrasi”. Sumber kedua adalah wawasan dari para ahli untuk memberikan penilaian. Sumber ketiga adalah metode analisis yang inovatif. Yang keempat adalah teori ilmiah.

Sumber yang lain seperti motivasi (nilai nilai dari actor pengurusan surat, masyarakat dan swasta), kasus di lembaga pemerintah lain dan bahkan kasus pengurusan surat di Negara lain, dan teori teori mengenai kode etik.

Preferensi yang terlalu dini jika pemanfaatan teknologi informasi computer harus dipaksakan sebelum para actor siap. Pemahaman teknologi oleh pengadministrasi umum, para pejabat yang menandatangani surat, hubungan kerja para pemroses surat (pejabat fungsional umum), bagaimana distribusi pekerjaan dilakukan, apakah metode distribusi pekerjaan memang mengalami kelambatan karena tak memanfaatkan computer? Apakah kepentingan penandatangan surat sangat komplek sehingga memerlukan waktu yang lama?

Untuk itulah, perlunya evaluasi sehingga dapat menemukan penyebab yang pasti dari berbelit belitnya pengurusan surat. Suatu teknologi yang dipaksakan untuk dipake, malah akan memunculkan permasalahan lain. Upgrading penguasaan teknologi informasi computer pada pengadministrasi umum dan arsiparis sebagai operator, perlukah dilakukan?. Apakah fasilitas kantor berupa koneksi dan perangkat computer telah dipergunakan unit kerja seluruh level? yang dapat mendukung. Tingkat kesulitan dalam pemrosesan surat untuk pejabat yang melaksanakan secara langsung (pejabat fungsional umum) apakah hanya nilai yang dipunyai yakni memperlama. Metode dengan buku agenda, buku ekspedisi, disposisi sebagai distribusi pekerjaan dituangkan para pejabat di lembar kertas pada setiap levelnya apakah juga membuat lama/berbelit belit?

Evaluasi efektifitas dari pemanfaatan teknologi termaksud, apakah yang diinginkan telah dicapai?, evaluasi efisiensi pemanfaatan telnologi, seberapa banyak usaha yang dilakukan, Adanya unsure supra struktur yakni budaya dan kebiasaan, apakah kebiasaan penggunaan computer itu, apakah hanya buat hiburan ataukah proses penyelesaian pekerjaan?, unsure infrastruktur koneksi dan perangkat lainnya. Evaluasi ketepatan, apakah memang pemanfatan teknologi sudah benar benar berguna atau bernilai?

Kesimpulan, penulis berpendapat, solusi pemanfatan teknologi informasi (TIK) pada bidang pengurusan surat dan kearsipan masih terlalu dini untuk dilakukan. Hal tersebut masih perlu formulasi dan evalusi dengan keterlibatan seluruh actor actor (pengadministrasi umum, arsiparis, pejabat yang berwenang, pejabat pemroses pekerjaan). Tak lupa keterlibatan sector swasta sebagai pengguna layanan dan masyarakat sebagai control.

Sehingga evaluasi menghasilkan revisi solusi yang dimaksud. Efektivitasm efisiensi, kecukupan, perataan, responsive dan ketepatan. Tak perlulah menjadi gagap teknologi kalo memang belom siap, yang diperlukan adalah isu isu permasalahan dibahas secara rutin dan menjadi program kerja tetap sehingga ketika memang sudah siap, maka dapat dilaksanakan.