Tulisan berikut adalah secuil isi dari buku
yang diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Khusus PERTAMINA yang
berjudul Pertamina dari puing puing ke masa depan, refleksi dan visi, 1957 s.d 1997. Buku tersebut diterbitkan Tahun 1997 dengan editor Taufik Ismail, Rais dan Hamid Jabbar
Masa Penguasaan Hidia Belanda –
Jepang – Belanda
Telaga Tunggal I dinyatakan sebagai sumur minyak pertama di Hindia Belanda pada tahun
1885. Sumur ini terletak di Sumatera Utara. Tertulis bahwa UU pertambangan
Hidia Belanda di tahun 1899 bernafaskan monopoli bertujuan mendorong
perkembangan pengusahaan pertambangan dan untuk menjamin penerimaan negara Belanda.
Dengan tujuan tersebut dinamika pengusahaan pertambangan minyak bumi berkembang
dan diikuti dengan perubahan UU pada tahun 1918.
Kepentingan
negara penguasa daerah pertambangan minyak dan kepentingan negara dimana asal perusahaan
minyak bumi pun mulai kentara perbedaannya.
Sisi negara penguasa sumber daya minyak akan melindungi kepentingan penerimaan
negara, sedangkan negara dimana asal perusahaanpun ikut berkepentingan di dalam
pengusahaan minyak bumi.
Hal
demikian menunjukkkan bahwa selain sebagai salah satu sumber energi, tambang minyak bumi terkait erat dg
percaturan politik antar negara. Tercatat dalam sejarah, kedatangan Jepang ke Indonesia
terkait impor minyak dari Hindia Belanda yg semakin tinggi. Sebut saja untuk
kebutuhan bahan bakar perang Jepang. Jepang membawa ahli - ahli teknik konstruksi
perminyakan ke Indonesia. Selain itu, Jepang memanggil pegawai perminyakan Indonesia
untuk melaksanakan kegiatan perminyakan di Indonesia.
Sumur baru yang didapatkan Jepang adalah misalnya sumur minas 1 di Riau.
Tenaga
perminyakan Jepang yg ditenggelamkan oleh sekutu bisa jadi salah satu penyebab
rontoknya kekuatan Jepang. Termasuk suplai BBM dengan iring - iringan tangki
minyak dari Indonesia menuju Jepang pada tahun 1945 yang tidak sampai tujuan.
Kekuasaan
Jepang yg dirontokan oleh Sekutu,
meninggalkan tambang minyak bumi untuk juga dikuasai kembali oleh Belanda
yang menjadi anggota dari sekutu. Namun demikian, terdapat catatan bahwa
residen Abdul Karim dan Laut Siregar mewakili Gubernur Sumatera Republik Indonesia
menerima serah terima tambang minyak pangkalan Brandan. Kemudian laskar minyak yang terbentuk dari
para pegawai minyak membentuk perusahaan tambang minyak republik indonesia
dengan persetujuan Gubernur Sumatera.
Bulan Agustus
1947 pangakalan Brandan dibumihanguskan oleh para pejuang karena Belanda
kembali datang dg ancaman ‘menguasai kembali minyak indonesia’. Strategi pejuang
kemerdekaan dengan bumi hangus juga terjadi di Plaju Sumatera Selatan pada
tahun 1946. Kilang cepu pun tak luput dari strategi bumi hangus oleh pejuang kemerdekaan. Cepu timur dikuasai BPM Belanda dan cepu barat dikuasai oleh PTMN Indonesia.
Sesuai
dengan kesepakatan perundingan meja bundar,
tambang minyak di Sumatera Selatan dikembalikan ke perusahaan Belanda
yakni BPM dan stanvac. Di Jambi
dikuasai kembali oleh Belanda dg perusahaan NIAM. Kekuasaan kepada BPM Belanda sebagai
pemilik semula kilang minyak Cepu. Tak terlepas juga kilang wonokromo surabaya
juga jatuh ke dalam kekuasaan bpm pada nopember 1945.
Masa mempertahankan kemerdekaan
s.d lahirnya PN PERTAMINA
Keadaan
negara Indonesia yang masih berperang mempertahankan kemerdekaan, yg walaupun telah ada undang undang dasar 1945,
namun UU pertambangan masih berlaku UU pertambangan masih diberlakukan
perundangan yang telah ada. Tahun 1945 s.d. diterbitkan Peraturan Pemerintah
tahun 1956 tambang minyak di indonesia masih dikelola langsung oleh perusahaan
perusahaan Asing. Setahun kemudian tepatnya
pada tahun 1957, tambang minyak di pangkalan Brandan dikuasai pemerintah Indonesia
dengan pimpinan kepala staf angkatan darat sebagai panglima perang (alas an pemberlakuan
UU darurat perang).
Penguasaan
terhadap tambang minyak tersebut menghapus perjanjian konperensi meja bundar
1949. Melalui panitia negara urusan pertambangan yang memberikan pertimbangan
kepada pemerintah tentang status tambang minyak yang dibentuk berdasarkan
keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 13 september 1951. Selain itu
juga membentuk panitia pembantu ahli.
Kabinet
pertama Pemerintah Republik Indonesia,
menempatkan urusan minyak bumi di bawah menteri perdagangan dan industri.
Menteri Dr. Sumitro tidak menyetujui tambang minyak dibawah pengawasan
pemerintah, krn perjanjian Konferensi
meja bundar telah memutuskan BPM/belanda sebagai pemilik nya.
Pada
kabinet kedua, urusan minyak bumi ditempatkan pengawasan menteri perekonomian. Selanjutnya
pada kabinet Djuanda tahun 1957, mengumumkan tambang minyak brandan dibawah
Kementerian Perindustrian dan Angkatan Darat. Bulan Oktober 1957 kementerian
perindustrian memberi kuasa kepada angakatan darat untuk membentuk PT. ETMSU. Akhirnya pada bulan Desember 1957 berubah ke PT.
PERMINA pada tahun 1958 yang disyahkan oleh menteri kehakiman. Dg direktur umum
Ibnu Sutowo.
Setelah UU
no.44 tentang pertambangan diberlakukan pada tahun 1961 oleh presiden Soekarno. (Mengesahkan usilan mosi dari parlemen RI
tahun 1951], menteri Chairul Saleh membawa lahirnya PN Permigan yang didirikan
berdasar PP no.199 juni 1961. Dan no. 3 februari 1961 dengan nama PN. Pertamin.
Sedangkan PT PERMINA berubah menjadi PN PERMINA pada bulan juni. Melalui PP no. 198 tahun 1961.
Dengan
berlakunya UUno. 44 , sejak tahun 1961,
konsesi pertambangan dikembalikan kepada pemerintah Republik Indonesia, sebagai
imbalannya, perusahaan asing diakui sebagai kontraktor perusahaan negara. terdapat tiga kelompok besar untuk menggambarkan pengakuan tersebut yakni, Stanvac sebagai kontraktor PN PERMINA. Shell sebagai kontraktor PN Permigan, dan
Caltex sebagai kontraktor PN pertamin.
Pada
kontrak ini terdapat klausul untuk menjalankan konstitusi penguasaam cabang produksi
yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Yakni penjualan fasilitas pengilangan dan pemasaran setelah melewati
sepuluh tahun. Tepatnya pada tahun 1964 bulan agustus, pemindahan aset sebagaimana tertuang dalam
kontrak dipercepat pelaksanaannya setahun. PN Pertamin menerima penunjukan
pemerintah untuk menerima aset Shell, stanvac,
dan caltex. Sedangkan permigan dengan caltex menghilang seiring peristiwa
1oktober 1965.
Situasi politik
di indonesia berubah ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto
pada tahun 1967. Tahun itu pula lahirlah UU penanaman modal asing
yang baru. Pergantian kabinet yang
dipimpin Soeharto menempatkan rektor Universitas Indonesia, sebagai Menteri Pertambangan.
Yakni soemantri Brojonegoro sebagai menteri pertambangan mengusulkan kepada
presiden Soeharto pada tahun 1968, agar Pertamin dan PERMINA digabung menjadi PN
PERTAMINA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar