Cumen cerita, Menyibak hikmah, ngaji, serba serbi, syukur, keseharian, hiburan, mikir, kearsipan

Senin, 27 April 2015

Krisis Arsiparis di Kementerian ESDM

Permasalahan kearsipan yang terjadi saat ini adalah keterbatasan jumlah arsiparis. Jumlah tersebut haruslah disesuaikan dengan volume arsip yang tercipta dari pelaksanaan kegiatan organisasi. Volume arsip tersebut menjadi beban kerja yang seyogyanya di imbangi dengan ketersediaan arsiparis.

Sekilas permasalahan ketersediaan jumlah arsiparis terkesan sebagai pendapat yang klasik. Selain itu juga adanya anggapan pekerjaan kearsipan dapat dilakukan disela sela pelaksanaan tugas yang lain. Namun dengan terbitnya peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2015 sebagai dasar bagai dasar penyusunan formasi, pengadaan pegawai, pengangkatan jabatan dan perencanaan karir, evaluasi jabatan, petunjuk kerja untuk pegawai seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian ESDM, pendapat klasik dan anggapan tersebut dapat dipatahkan.

Berdasarkan peraturan peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2015 diketahui ketersediaan arsiparis di Kementerian ESDM kurang lebih 52 orang dengan kebutuhan 209 formasi. Hanya tersedia 25 persen dari kebutuhan jumlah arsiparis, menyebabkan dampak negatif.

Salah satu dampak negatif dari keterbatasan jumlah arsiparis adalah tidak terkelolanya arsip negara. Arsip negara harus dibuatkan program pengelolan yang baik yang salah satunya berasal dari ide dan gagasan soerang arsiparis.  Program kerja di bidang kearsipan pun membutuhkan arsiparis sebagai pelaksana.

Sebagai pelaksana di bidang kearsipan, seorang arsiparis dibatasi dengan kewenangan pada tiap jenjang jabatannya. Suatu unit kerja yang tidak terdapat arsiparis pada setiap jenjang kepangkatan, maka pelaksanaan program kerja kearsipan terkendala. Kendala inilah penulis menyebut dengan kendala dari sisi pelaksana.

Berikut jumlah arsiparis di Kementerian ESDM berdasarkan jenjang dan kepangkatan. Data berdasarkan Permen ESDM No.11 tahun 2015
No
Jenjang Jabatan
Jml Arsiparis
Jumlah Formasi
1
Arsiparis Utama
0
1
2
Arsiparis Madya
1
8
3
Arsiparis Muda
7
27
4
Arsiparis Pertama
3
48
5
Arsiparis Penyelia
26
38
6
Arsiparis Pelaksana Lanjutan
10
38
7
Arsiparis Pelaksana
6
49

Selain kendala dari sisi pelaksana kearsipan, pelaksanaan urusan kearsipan sering terkendala dengan tidak terkomunikasikan dengan pimpinan dan stakeholder kearsipan. Stakeholder kearsipan yakni unit kerja yang memindahkan pengelolaan arsip kepada unit pelaksana kearsipan. Seringnya pimpinan unit kerja memberikan stigma negatif bahwa jika arsip dipindahkan pengelolaannya kepada unit pelaksana kearsipan maka arsip tersebut susah untuk diketemukan kembali.
Untuk itulah unit pelaksana kearsipan haruslah didukung oleh arsiparis sehingga dapat mengeliminir stigma negatif tersebut di atas. Stigma ketidakpercayaan pelaksanaan kearsipan dapat diatasi dengan ketersediaan arsiparis yang memadai. Data menunjukkan bahwa formasi arsiparis belum dapat dipenuhi oleh organisasi hampir di seluruh unit kerja di lingkungan KESDM.

Berikut table Jumlah arsiparis berdasarkan unit kerja eselon I di lingkungan KESDM
No
Jenjang Jabatan
Jml Arsiparis
Jumlah Formasi
1
Sekretariat Jenderal
7
42
2
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
3
23
3
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
1
3
4
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
2
10
5
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan & Konservasi Energi
0
5
6
Inspektorat Jenderal
1
12
7
Badan Geologi
19
59
8
Badan Penelitian dan Pengembangan
11
33
9
Badan Pendidikan dan Pelatihan
8
20
10
Sekretarian Jenderal DEN
0
2

Pengisian formasi sebagaimana table di atas, penulis berpendapat dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan belum tentu dapat terpenuhi. Penulis berpendapat perlu upaya dalam menentukan persebaran arsiparis.

Persebaran jumlah arsiparis ke unit unit kerja di lingkungan KESDM seyogyanya diatur berdasarkan volume arsip dan potensi arsip permanen dan statis, serta alamat kantor/lokasi gedung.

Menurut identifikasi penulis, terdapat tiga tipe penempatan yang menggambarkan persebaran arsiparis. Tipe pertama adalah, arsiparis ditempatkan sesuai dengan permintaan unit kerja, unit kerja mengajukan permohonan untuk diperbolehkan menempatkan arsiparis di unit kerja yang bersangkutan kepada unit Pembina kepegawaian yakni biro kepegawaian KESDM.

Tipe yang kedua adalah penempatan berdasarkan analisa fungsi substantif organisasi. Tipe kedua ini tidak menempatkan arsiparis ke unit kerja teknis. Contohnya adalah pada unit kerja Direktorat Jenderal di lingkungan KESDM. Arsiparis berada di Sekretariat Direktorat Jenderal. Tidak ada satu pun arsiparis yang ditempatkan di unit direktorat. Hal ini juga berlaku di Insektorat Jenderal.

Tipe yang ketiga adalah pertimbangan jangkauan lokasi kantor atau lokal gedung. Contohnya pada Badan Geologi dimana lokasi gedung berpencar, hampir semua unit eselon II terdapat arsiparis.  Bahkan unit kerja level III seperti Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi yang berada di jogja, juga menempatkan arsiparis sebagai jabatan pelaksana.

Tipe yang keempat adalah penempatan berdasarkan analisa fungsi fasilitatif walau satu lokasi gedung atau satu alamat kantor. Contohnya adalah biro keuangan dan biro kepegawaian terdapat arsiparis sebagai pelaksana.

Keempat tipe penempatan tersebut di atas, mengambarkan bahwa persebaran arsiparis mengambarkan kebutuhan unit kerja sebagai pelaksana kearsipan dan  unit kerja pengatur kepegawaian. Sedangkan persebaran berdasarkan jejang kepangkatan arsiparis masih terjadi ketimpangan.

Berikut table ketersediaan arsiparis tingkat keahlian berdasarkan unit kerja
No
Unit Kerja
Jenjang Keahlian
Arsiparis Madya
Arsiparis Muda
Arsiparis Pertama
1
Sekretariat Jenderal
1
 0
2
Ditjen Minyak dan Gas Bumi
 0
 0
1
3
Badan Geologi
0
1
4
Badan Penelitian dan Pengembangan
1
4
1
5
Badan Pendidikan dan Pelatihan
 0
2
 0

Ketimpangan persebaran arsiparis dapat terlihat di jenjang arsiparis muda. Jenjang arsiparis muda seyogyanya disebar keseluruh unit sehingga mendapatkan satu orang arsiparis muda pada setiap unit eselon I. Dan untuk arsiparis pertama, harus segera dipenuhi pada setiap unit eselon I. Sedangkan arsiparis madya ditempatkan di unit Pembina kearsipan kementerian ESDM yakni Sekretarian Jenderal KESDM cq.Biro Umum.

Menurut penulis, beban kerja arsiparis madya terkait erat dengan kerja pembinaan dalam sekala kementerian. Seorang arsiparis madya dapat menjadi cermin kearsipan kementerian yang akan diakui oleh kementerian lain serta instansi Pembina kearsipan. Arsiparis madya juga dituntut untuk mengkomunikasikan permasalahan kearsipan kepada perumus regulasi kearsipan baik tingkat kementerian sampai dengan tingkat nasional.

Untuk itulah, Unit Pembina kearsipan cq. Biro umum KESDM yang seyogyanya memiliki formasi arsiparis madya yang lebih banyak, namun pada kenyataannya jumlah formasi masih minim. Berdasarkan peta jabatan tahun 2015 Biro Umum memiliki 2 formasi arsiparis madya sedangkan di Badan Geologi terdapat 6 formasi.

Berikut table ketersediaan arsiparis tingkat keterampilan berdasarkan unit kerja
No
Unit Kerja
Jenjang Keahlian
Penyelia
Pelaksana lanjutan
Pelaksana
1
Sekretariat Jenderal
0
4
2
2
Ditjen Minyak dan Gas Bumi
0
1
1
3
Ditjen Ketenagalistrikan
1
0
0
4
Ditjen Minerba
0
0
2
5
Inspektorat Jenderal
0
0
1
6
Badan Geologi
18
0
0
7
Badan Penelitian dan Pengembangan
4
2
0
8
Badan Pendidikan dan Pelatihan
3
3
0

Berdasarkan hal - hal tersebut di atas, maka penulis merangkum dalam beberapa poin sebagai berikut:
  1. Bukan alasan klasik jika mendasarkan data yang tersurat pada permen ESDM nomor 11 tahun 2015 bahwa Kementerian ESDM krisis arsiparis atau kekurangan arsiparis;
  2. Kementerian ESDM mempunyai 52 orang arsiparis dan kekurangan 157 arsiparis yang merata di seluruh unit eselon I di lingkungan KESDM;
  3. Agar urusan kearsipan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan usaha untuk mengatasi kendala teknis sisi pelaksana;
  4. Untuk mendukung kehandalan unit kerja pelaksana kearsipan diperlukan arsiparis pada setiap jenjang kepangkatan;
  5. Persebaran arsiparis belumlah merata pada unit kerja di lingkungan KESDM;
  6. Tipe penempatan arsiparis terdiri empat yakni tipe di sekretariat direktorat Jenderal, tipe di Biro, tipe di Pusat - Pusat, dan Tipe di Balai dan UPT;
  7. Arsiparis muda yang tersedia belum mewakili keberadaan unit eselon I dan arsiparis pertama hanya terdapat 3 orang dan kurang 45 orang;
  8. Arsiparis madya dapat difungsikan untuk mendukung pelaksanaan fungsi unit Pembina kearsipan tingkat kementerian.




Selasa, 14 April 2015

Telaahan Arsiparis 'Pengurusan Surat' ke-2

A. Persoalan

Bagaimana cara agar para pejabat tinggi , pejabat administrator, dan pejabat pengawas pada satuan kerja melaksanakan disposisi surat masuk mempergunakan aplikasi.

B. Praanggapan
Praanggapan memuat dugaan yang beralasan berdasarkan data dan saling berhubungan sesuai dengan situasi yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.    Hasil Rapat yang dipimpin oleh pimpinan tinggi terkait  isu kebijakan pemanfaatan teknologi informasi pada bidang persuratan;
2.    Laporan pelaksanaan forum bimbingan teknis aplikasi persuratan dengan mengundang seluruh pejabat di lingkungan Satuan kerja
3.    Action Plan rapat pimpinan diperluas
4.    Pemberitahuan pemberlakuan aplikasi komputer
5.    Laporan kepada pimpinan Satker tentang persiapan disposisi surat secara elektronik;
6.    Pemberitahuan kepada para lingkungan pengguna aplikasi akan adanya pendampingan kepada seluruh pejabat.


C. Fakta yang Mempengaruhi
Fakta yang mempengaruhi terlaksananya disposisi surat masuk dengan pemanfaatan teknologi informasi adalah belum tergambar secara detil / lengkap terkait kendala dan hambatan yang dialami setiap pejabat. Kecakapan setiap pejabat terhadap teknologi informasi belum terpetakan. Transisi metode konvensional (kertas), kepada metode teknologi informasi membuat kesan pekerjaan bertambah atau double. Belum dapatnya aplikasi mengakomodir kebutuhan kerja para pengguna

D. Analisis
Pemecahan atau cara bertindak yang mungkin atau dapat dilakukan adalah melakukan kunjungan kepada pejabat dan pegawai sebagai pengguna. Petugas pelaksana melakukan diskusi dengan pejabat/pegawai secara langsung sebagai pengguna demi kebaikan dan kemajuan sistem termaksud. Petugas mencatat dan melaporkan kepada pimpinan.

E. Simpulan
Kesimpulan telaahan ini adalah melakukan kunjungan kepada 24 pejabat administrator, 52 pejabat pengawas. Hasil kunjungan ditabulasi sebagai bahan analisa dan pelaporan kepada pimpinan. Kunjungan langsung dengan praktek langsung didepan komputer dan berada di ruangan masing masing pejabat . kunjungan tersebut menjadi pilihan dan satuu cara bertindak /jalan keluar sebagai pemecahan percoalan yang dihadapi. Kunjungan tersebut diharapkan dapat memetakan kendala dan hambatan, kesan pengguna, peta penguasaan teknologi oleh para pejabat, ketersediaan sarana dan prasarana, proses kerja yang belum terakomodir oleh sistem dan masukan kepada perancang/pengembang aplikasi untuk perbaikan.

F. Saran
Komitmen pejabat tinggi sangat dibutuhkan, untuk itu  penulis menyarankan terhadap dukungan komitmen termaksud dalam bentuk memasukan dalam topik rapim, mengintruksikan kepada bawahan, saling menanyakan pelaksanaan aplikasi tersebut.

Rabu, 18 Maret 2015

Telaahan Arsiparis “ Pengurusan Surat “

A. Persoalan
Bagaimana cara melaksanakan kegiatan persuratan yang diperhitungkan sebagai bagian dari dukungan manajemen teknis kepada pimpinan?,

B. Praanggapan
Setelah pada akhir bulan Desember 2014 launching kegiatan persuratan secara elektronik, baru pada tanggal 5 Maret 2015 melaksanakan evaluasi penggunaan sistem informasi tata laksana persuratan di Ditjen Migas.(lihatpengurusan surat). Kegiatan persuratan tersebut diberi nama penggunaan aplikasi SITU. Kemudian tanggal 13 Maret 2015, melaksanakan sinkronisasi penggunaan aplikasi SITU dengan aplikasi TPDK PUSDATIN KESDM.

C. Fakta yang Mempengaruhi
Masuknya agenda rapat pimpinan terkait kegiatan persuratan membuat kegiatan persuratan membaik. Tepatnya hari selasa tanggal 17 Februari 2015, Pelaksana tugas Dirjen Migas mengundang Kepala PUSDATIN KESDM untuk mempresentasikan produk sistem informasi terkait persuratan. Produk tersebut dapat diakses di tpdk.pusdatin.esdm.go.id.
Kemudian pada tanggal 24 Februari 2015, bimbingan teknis mengenai disposisi surat masuk secara elektronik dilaksanakan yang dipandu langsung oleh PUSDATIN KESDM. Perhatian pimpinan terhadap ketatalaksanaan persuratan ditunjukkan kembali pada tanggal 5 Maret 2015, kepala PUSDATIN KESDM kembali diundang bersamaan dengan rapim diperluas di Ditjen Migas. Terhitung mulai tanggal 6 Maret 2015, pendampingan oleh PUSDATIN KESDM selama seminggu.

D. Analisis
  1. Sistem persuratan elektronik menuntut keaktifan seluruh pejabat dan pegawai untuk aktif membuka http://tpdk.pusdatin.esdm.go.id; karena disposisi pimpinan beserta surat yang sampai ke email mendasarkan pada action pada sistem termaksud; kemudian agar sistem dapat dipergunakan secara maksimal, masih memerlukan waktu untuk sosialisasi dan dorongan dari atasan langsung terhadap penggunaan sampai dengan level staf/pelaksana.
  2. Petugas persuratan dapat mendatangi ke pejabat tinggi (eselon II), pejabat administrator (eselon III) dan pejabat pengawas (eselon IV) untuk menerangkan program ini ke ruangan masing masing.
  3. Bagian persuratan tidak menyampaikan fisik suratnya, karena surat telah discan, diunggah, diinput ke dalam sistem.


E. Simpulan
Menteri ESDM segera menginstruksikan melalui Sekretaris Jenderal agar seluruh eselon I di lingkungan KESDM menerapkan sistem ini.

F. Saran

Pada setiap minggunya harus ada action plan mengenai persuratan dari pelaksana program. Persuratan menjadi topik dalam rapat pimpinan. Pimpinan tidak melakukan disposisi surat kecuali dengan sistem. 

Senin, 16 Februari 2015

perjalanan kebijakan migas (2)

Postingan yang berjudul 'perjalanan sejarah kebijakan Migas', adalah cuplikan buku 'Sejarah Pertambangan dan Energi sampai dengan Tahun 1994  BAB sepuluh. Sedangkan tulisan kali ini , penulis mengawali dengan mencuplik BAB 15 pada buku yang sama,  dengan  judul 'perkembangan kebijakan migas setelah era reformasi'.

Perkembangan kebijakan Migas ditandai dengan lahirnya UU Nomor 22 tentang Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 23 November 2001. dengan UU tersebut maka Undang Undang tentang pertambangan minyak dan gas bumi tahun 1960 dinyatakan dicabut.  Begitu juga PERPU tentang kewajiban perusahaan minyak memenuhi kebutuhan dalam negeri tahun 1962. Pun demikian dicabutnya Undang - Undang tentang PERTAMINA tahun 1974.

Kebijakan Migas yang dibungkus dengan Undang Undang tersebut mengalami pertentangan secara konstitusional yang antara lain adalah;

1.Judicial Review 2003
Hal yang menjadi dasar dari pengajuan judicial review pada tahun 2003, Pengambilan keputusan pengesahan RUU migas dengan cara voting, pemberian kuasa pertambangan bukan kepada perusahaan negara,  BP MIGAS menyebabkan pengurangan perolehan negara,  pembentukan BPH MIGAS menambah mata rantai pemenuhan BBM untuk masyarakat.  

Mahkamah Konstitusi mengartikan pengertian dikuasai oleh negara dalam UUD 1945 tidak diartikan sebagai perdata atau privat.  Konsepsi kepemilikan privat harus diakui juga sebagai kepemilikan publik.  Mekanisme kepemilikan oleh negara diatur dalam kerangka fungsi legislasi oleh DPR bersama pemerintah.  Fungsi pengelolaan dilakukan oleh BHMN atau BUMN yang melibatkan publik atau kelompok masyarakat secara luas, fungsi pengawasan oleh pemerintah.

2. Judicial Review 2007
Dasar pengajuan judicial review tahun 2007, antara lain mengesampingkan fungsi pengawasan dikesampingkan ketika kontraktor migas dan BPMIGAS melakukan kontrak kerjasama.  Sehingga dalam hal ini DPR hanya menerima fotokopi kontrak,  itupun harus menunggu lama, menurut pemohon bahwa Krn terdapat kehendak UUD1945 sejauh perjanjian internasional seperti kontrak kerjasama migas menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat  harus mendapat persetujuan DPR. 

Penulis teringat dengan tokoh sebagai inisiator UU kearsipan yang memunculkan istilah baru yakni arsip terjaga yang salah kontrak karya,  dg mengamanahkan untuk segera menyampaikan fotokopi kontrak karya kepada arsip nasional RI (mendasarkan pengakuan salah satu anggota dewan yang sulit mendapatkan dokumen kontrak) . 
Hasil putusannya antara lain 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 1 angka 19 dikarenakan frasa ”Bentuk Kerja Sama lain”, Pasal 3 huruf b dikarenakan frasa ”yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan”, Pasal 6 dikarenakan frasa ”dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama” Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1, Pasa 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 3. Menyatakan Pasal 1 angka 23,Pasal 4 ayat (3), Pasal 9 dikarenakan frasa ”dapat”, Pasal 10, Pasal 13 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 4. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 20A, dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 5. Menyatakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara keseluruhan, karena norma-norma yang terkandung bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila terutama sila ke 5 yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Selasa, 10 Februari 2015

PENYIMPANAN DAN PENATAAN ARSIP

Saya awali tulisan ini dengan bercerita tugas arsiparis dan dikaitkan dengan hasil kerja berikut ini:

Arsiparis membuat laporan mengenai penyimpanan dan penataan arsip setiap 100 nomor , membuat rencana penyimpanan arsip merupakan amanah permen PAN dan RB tahun 2009 tentang Arsiparis.  Pembuatan laporan tersebut merupakan salah satu tugas arsiparis sebagai tenaga teknis di bidang pengelolaan arsip.  Pergeseran paradigma tenaga teknis kepada tenaga professional di bidang kearsipan ditetapkan dengan permen PAN dan RB Nomor 48 Tahun 2014 tentang arsiparis.

Satuan hasil pekerjaan semula berbentuk laporan berubah menjadi daftar arsip simpan, (aktif/inatif). Dalam sudut pandang “proses” , kegiatan penyimpanan dan penataan arsip memerlukan dokumentasi semua tahapan. 

Contohnya adalah kegiatan penyimpanan terdiri dari kegiatan memasukan ke dalam rak statis/rol opeck,  memindahkan (jika ruang simpan jauh dengan ruang olah), mengurutkan sesuai nomor boks, memberi label boks, membuat denah penyimpanan, mengambil arsip dari boks untuk arsip yang masuk dalam daftar usul musnah, merapatkan kembali susunan arsip ke dalam boks/almari, dan lain sebagainya.

Tahapan kegiatan penataan antara lain dari pembuatan skema penataan, pemilahan arsip non arsip, pemberkasan, penuangan isi informasi sesuai dengan metadata yang ditentukan, input data ke dalam komputer, pengolahan data, manuver data, manuver fisik, memberikan nomor definitif (folder /boks).

Saya menyimpulkan cerita diatas dengan pendapat saya berikut ini:
Dengan beralihnya satuan hasil pekerjaan dari 'laporan' ke 'daftar arsip', maka dokumentasi tahapan penyimpanan dan penataan arsip tidak dapat diperlihatkan kepada tim penilai/sesama arsiparis/atasan langsung. 

Saya mempermasalahkan pergeseran satuan hasil kerja dari laporan ke hasil kerja berupa daftar, karena satuan hasil berupa daftar tidak menggambarkan tahapan dari penyimpanan dan penataan arsip, bandingkan dengan tulisan berikut ini:
1. Latar belakang sewa ruang arsip yang dilaporkan pada 24 april 2013;
2.  Laporan pada 13 oktober 2013, berada di ruang sewa sebanyak 3400 bok;
3. Rencana Penyimpanan;
4. Laporan penyimpanan ke dua pada 16 Maret2014;
5. Laporan penambahan, berkurangnya boks arsip pada 5 November  2014.

Saya pungkasi tulisan kali ini dengan penyampaian laporan dengan penyajian data berupa tabel:

 Laporan penyimpanan dan penataan arsip in aktif Ditjen Migas

Senin, 02 Februari 2015

Monitoring Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Kearsipan (4)

Tulisan ini merupakan monitoring yang keempat, sebelumnya laporan monitoring penggunaan Aplikasi Sistem KEarsipan mengangkat tema yang antara lain adalah, kuantitas data dan file pdf unggah pada tanggal 28 April dan 5 November 2014, kemudian tema ‘berkaca di  SIKN dan SIKD pada Februari 2014 dan 3 Mei 2013.

Pada tulisan kali ini penulis menyampaikan 'pengembangan aplikasi' dengan menuangkan beberapa ide yakni yang pertama adalah pendaftaran pengguna secara swalayan, sehingga pengguna tidak tergantung kepada admin. Pengunjung atau pengguna aplikasi  akan menjumpai formulir pendaftaran seperti gambar di bawah ini:
Form Pendaftaran User
Pendaftaran tersebut akan diaktifasi oleh admin. Login sebagai pengguna dapat melakukan aktifitas input data arsip dan hanya dapat mengedit data arsip yang diinputkan oleh pengguna bersangkutan. Selain itu Login pengguna dapat melihat dan mendownload data arsip yang diinput oleh pengguna lain.

Pengembangan kedua adalah fitur pencarian. Pengguna akan menjumpai form pencarian seperti gambar di bawah ini
Form Pencarian Arsip
Penentuan kriteria pencarian mendasarkan pada data survey pelayanan arsip yang menunjukkan bahwa pengguna akan mencari nformasi berdasarkan nomor , unit pencipta, tahun, bentuk, dan isi ringkas. Selain memperketat kriteria pencarian, penentuan fitur pencarian juga untuk mendukung fitur eksport data ke bentuk file excel.

Pengembangan ketiga pada laporan keempat ini adalah penambahan fitur statistik data arsip yang sering dilihat seperti gambar di bawah ini:
jendela statistik
Penentuan statistik adalah seberapa sering data diakses oleh pengguna. selain itu juga jumlah data upload berdasarkan bentuk arsip seperti peraturan, keputusan, nota dinas, surat dinas, dan lain sebagainya.

Demikian laporan monitoring penggunaan aplikasi sistem informasi kearsipan yang terdapat di Ditjen Migas. Laporan ini dimaksudkan sebagai dokumentasi arsiparis untuk mendukung pengumpulan bukti kerja yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan monitoring adalah pada akhir tahun 2014 s.d awal tahun 2015.