Pada enam tahun yang lalu tepatnya tahun 2013, saat ramai terjadi sengketa informasi publik di pengadilan informasi publik, sedikit kusenggol melalui tautan 👇
http://nurulmuhamad.blogspot.com/2013/08/tak-ada-dokumen-rahasia.html
http://nurulmuhamad.blogspot.com/2013/08/akses-arsip.html
Kedua tautan tersebut menjadi ilustrasi bahwa terjadi pergeseran tingkatan sifat informasi. Perhatian badan publik seperti instansi berkiblat dengan keberadaan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam minggu ini, melalui WAG Arsiparis kuterima informasi tentang ketertarikan para arsiparis untuk mengunggah bungkus nasi dari kertas yang bertuliskan salah satu sifat informasi yakni RAHASIA.
Melalui tulisan ini, maka penulis mencoba ikut berpendapat terkait kejadian yang kadang menjebak pada diskusi tanpa batasan yang jelas.
Jika kita mendiskusikan tentang tingkatan kerahasiaan informasi, sebaiknya diawali dari tinjauan isi atau konten informasi, kemudian konteks kegiatan serta struktur informasi nya.
Selain itu, preseden hasil putusan pengadilan sengketa pada komisi informasi sejak diundangkan keterbukaan Informasi Publik dapat menjadi referensi diskusi.
Tahun 2013, menjadi masa yang ramai kala itu, terkait hak akses publik terkait arsip dinamis. Sebelumnya, pola pikir kita sebagai arsiparis untuk senantiasa menutup informasi pada arsip dinamis. Namun sejak diberlakukan PP 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang Undang Kearsipan tahun 2009, tidak serta merta arsip dinamis bersifat rahasia.
Ada jalur akselerasi akses arsip dan mekanisme pelayanan permintaan melalui PPID. Bahkan menjadi kewajiban badan publik dan pejabat publik untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Tidak pasti tidak lupa, bagaimana berita 📰 di media kala itu tentang rekening gendut para petinggi di negara ini. Atau kita sudah akrab dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN). Bahkan saat ini, adanya kewajiban LHKASN.
Arsip dan data sampai dengan informasi sudah menjadi tuntutan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedaulatan-arsip adalah kedaulatan data yang hingga saat ini masih perlu perumusan regulasi yang gamblang.
Praktik penulisan sifat “rahasia” pada suatu arsip, bisa jadi harus menimbang dan mengingat tinjauan informasinya. Paradigma sebelum era keterbukaan informasi publik masih mendera para konseptor naskah dinas dalam penulangan tingkatan informasi.
Era kemaren, isi baperjakat dan undangan pelantikan masih harus dibungkus berkali kali dan di tuliskan sifat “RAHASIA”. Tatkala proses pengisian Jabatan bukan lagi semata mata melalui baperjakat namun melalui proses open bidding, pastinya tidak lagi berdampak pada kerahasiaan undangan pelantikan.
Terlalu gampang nya, menuangkan sifat “rahasia” maka akan menghilang marwah sifat informasi. Tuntutan keterbukaan informasi publik, yang rahasia pun turun tingkatan kepada sifat “terbatas”. Contoh pada kasus sengketa informasi pada pengadilan komisi informasi.
Dalil kerahasiaan yang dijadikan alasan menutup informasi pembayaran barang dan jasa dapat ditolak oleh hakim tatkala tidak tersurat langsung pada perundangan yang berlaku.
Bahkan perjanjian pengusahaan sumber daya mineral antara pemerintah dengan suatu badan usaha pun tak luput dari tinjauan tingkatan informasi. Boleh saja dalil kerahasiaan, namun jenis informasi yang telah menjadi domain publik, tidak serta merta diberikan sifat RAHASIA.
Penulis berusaha memahami bahwa konteks tingkatan informasi saat ini, harus didasarkan dari subyek yang membutuhkan informasi, tujuan akses, dan jenis informasi.
Bahkan pada pemikiran yang luas, saat kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dipengaruhi oleh Teknologi Informasi, kebiasaan dan tuntutan untuk menutup informasi yang memang harus dirahasiakan masih meleng karena tuntutan kecepatan penyelesaian pekerjaan.
https://muhamadonlinecom.wordpress.com/2019/09/06/kedaulatan-arsip/
Ilustrasi tautan di atas 🔝, penulis mencoba mendalami bagaimana konteks dan kondisi suatu kerahasiaan informasi.
Akhir tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa
1. Para konseptor naskah dinas sudah harus merubah paradigma tingkatan informasi yakni rahasia, terbatas, dan biasa.
2. Sejak diundangkan keterbukaan informasi publik dan pelaksanaan di komisi informasi, bahkan bisa dibilang, “sudah tidak ada lagi arsip rahasia”
3. Arsip rahasia hanya dapat terjadi jika secara nyata tertulis dan tersurat secara jelas pada Peraturan perundangan yang berlaku
4. Masih terjadi penafsiran yang berlebih terkait informasi yang terekam dalam arsip dinamis. Bahkan melalui Penetapan NSPK berupa Sistem Klasifikasi dan Keamanan Akses pun, nantinya akan dihadapkan dengan pelaksanaan tugas kebutuhan informasi publik.
5. Kebutuhan undang undang dan peraturan pemerintah untuk menjadi panduan para konseptor naskah dinas, perlu segera diterbitkan agar menjamin terlaksana kedaulatan-arsip.
6. Dengan adanya peraturan yang jelas terkait kerahasiaan arsip negara, maka praktik penuangan tingkatan sifat informasi arsip dapat tepat. Dan terlindungi makna kata rahasia yang tetap menjaga marwah “RAHASIA”
7. Realitas tafsir kerahasiaan arsip bahkan melalui dalil pada sidang sengketa informasi, menurunkan derajat sifat dari Rahasia ke Terbatas
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar